Bisnis.com, JAKARTA — Desakan agar iuran BPJS Kesehatan naik menyeruak kala Presiden Prabowo Subianto memberikan restu kenaikan iuran JKN secara bertahap dalam Nota Keuangan RAPBN 2026.
Ketua Ikatan Ekonom Kesehatan Indonesia Hasbullah Thabrany berpendapat memang iuran BPJS Kesehatan harus naik, bahkan dari awal tahun ini. Dia menyinggung soal tarif bayaran kapitasi dan Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs) yang terakhir kali direvisi pada Januari 2023.
Hasbullah menyoroti saat ini nilai tukar kurs dolar ke rupiah terus naik setiap tahunnya. Akibatnya, biaya obat dan bahan-bahan medis yang sebagian masih impor menjadi sangat mahal, alias terjadi inflasi medis yang tinggi.
“Konsekuensinya adalah biaya obat, biaya bahan-bahan medis yang sebagian besar masih impor, tentu sudah menjadi sangat mahal. Buat rumah sakit sangat berat kalau tidak terjadi kenaikan pembayaran,” katanya kepada Bisnis, Rabu (20/8/2025).
Selain hal tersebut, dia juga menyinggung rasio klaim Dana Jaminan Sosial (DJS) program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan membengkak hingga lebih dari 100%. Artinya ini sudah tidak sehat.
“Jadi, memang sudah harus naik. Kita juga sudah punya kenaikan pendapatan per kapita naik 5%, PDB kita naik, harus naik juga iuran ke JKN supaya JKN sehat,” tuturnya.
Baca Juga
Lebih jauh, Hasbullah menilai bahwa iuran BPJS Kesehatan, khususnya untuk peserta mandiri atau PBPU (Pekerja Bukan Penerima Upah) sebaiknya tidak ditetapkan dalam bentuk nominal tetap, tetapi disesuaikan dengan besarnya penghasilan peserta.
“Yang perlu direvisi adalah iuran PBPU tidak nilai nominal tertentu tapi harusnya nilai nominal yang mempunyai representasi terhadap pendapatannya. Jadi, kemampuan masyarakat ada dan alhamdulillah presiden memahami betul supaya iuran bisa naik dengan baik,” ujar dia.
Di sisi lain, pakar ekonomi kesehatan ini juga mengingatkan BPJS Kesehatan perlu berbenah diri dalam pelayanan dan bersikap adil dalam menjalin kerja sama dengan rumah sakit.
Dia menekankan tindakan pemutusan kontrak, terutama terhadap rumah sakit swasta tidak boleh dilakukan secara sepihak atau diskriminatif. Sebab, imbasnya bukan hanya ke rumah sakit, tetapi juga kepada peserta BPJS Kesehatan.
“Itu akan menghambat pasien peserta JKN yang sudah bayar iuran untuk dapat layanan. Jadi harus ada balance, tentu memang harus bertanggung jawab, harus bersih, harus prudent, tapi tidak boleh semena-mena,” pungkasnya.
Sebagai informasi, kabar mengenai kenaikan iuran BPJS Kesehatan tercantum dalam Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Pemerintah membuat analisis risiko fiskal, salah satunya terkait program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Pemerintah menjabarkan bahwa kondisi Dana Jaminan Sosial (DJS) yang dikelola BPJS Kesehatan diperkirakan masih cukup terkendali hingga akhir 2025, tetapi menunjukkan tren penurunan yang perlu dimitigasi—salah satunya karena terjadi kenaikan rasio klaim pada semester I/2025. Salah satu upaya mitigasi itu adalah dengan penyesuaian iuran.
"Untuk itu, penyesuaian iuran [BPJS Kesehatan] dapat dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi fiskal pemerintah. Pendekatan bertahap ini penting untuk meminimalisir gejolak sekaligus menjaga keberlanjutan program," tertulis dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2026, dikutip pada Rabu (20/8/2025).