Bisnis.com, JAKARTA -- Pendapatan bank-bank kecil semakin terhimpit di tengah rendahnya permintaan kredit dan ketidakmampun untuk meningkatkan pemasukan berbasis komisi atau fee based income.
PT Bank Harda Internasional Tbk. mencatatkan perolehan pendapatan bunga bersih yang turun 50,03 persen secara year on year (YoY) pada kuartal III/2020 menjadi Rp36,39 miliar. Di samping itu, pendapatan berbasis biaya dan komisi atau fee based income (FBI) juga turun 46,52 persen menjadi Rp3,354 miliar.
Direktur Operasional Bank Harda Yohanes Simon mengatakan sebagai bank umum kelompok usaha (BUKU) I, sumber FBI perseroan adalah pada penyaluran kredit. Pertumbuhan kredit yang melambat selama pandemi Covid-19 pun membuat tidak hanya pendapatan bunga bank yang terseok, tetapi juga pendapatan berbasis biaya dan komisi.
Di satu sisi, sebagai bank BUKU I, layanan berbasis teknologi Bank Harda cukup terbatas. Layanan teknologi Bank Harda saat ini hanya terbatas pada issuer kartu ATM.
"Untuk bank BUKU 1 layanan berbasis teknologi agak terbatas, kami lebih dominan fee based dari kredit. Namun, pertumbuhan kredit kami agak melamban, sehingga fee based-nya menurun apalagi sejak Covid," katanya kepada Bisnis, akhir pekan lalu.
Menurutnya, ke depan, Bank Harda akan mengembangkan layanan untuk bisa menjadi acquier. Seiring dengan rencana penambahan modal untuk naik kelas menjadi BUKU 2, Bank Harda juga nantinya akan mengembangkan internet banking, mobile banking, dan layanan digital lainnya.
Simon menilai pengembangan teknologi tersebut merupakan hal yang penting karena karena perbankan ke depan harus mengoptimalkan perolehan FBI, sekaligus untuk menekan overhead cost. Pengoptimalan FBI menjadi penting karena pemberian kredit hingga tahun depan diproyeksi masih akan terbatas dengan demand yang melamban.
"Ke depan kami akan memaksimalkan pemanfaatan teknologi untuk transaksi perbankan, sehingga fee based bisa kami dapatkan dari tiap transaksi," katanya.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam menilai di tengah pandemi, perbankan kecil akan mendapatkan tekanan yang lebih besar. Hal ini terlihat pada pendapatan laba yang menurun.
Menurutnya, di tengah pandemi, bank besar saja kesulitan memperoleh FBI. Hal tersebut pun akan semakin sulit didapatkan bank kecil yang sama-sama dihadapkan pada aktivitas dan transaksi ekonomi yang menurun.
"Bank kecil lebih sulit bertahan karena perebutan dana pihak ketiga [DPK] lebih ketat, cost of fund lebih tinggi," katanya.
Menurutnya, kondisi tersebut membuat bank kecil harus terus menekan biaya dana. Hal utama lainnya yang harus dilakukan bank kecil adalah dengan meningkatkan modal.
"Modal diperlkukan untuk memperkuat daya saing," katanya.