Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan sembilan perusahaan asuransi jiwa yang mengantongi izin penjualan unit-linked secara digital untuk mengedepankan perlindungan nasabah. Relaksasi penjualan asuransi unit-linked tersebut masih dapat diperpanjang jika berdasarkan hasil evaluasi OJK, industri dinilai masih membutuhkannya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Riswinandi menyatakan bahwa pandemi Covid-19 membuat aktivitas pemasaran asuransi secara langsung menjadi terkendala. Para tenaga pemasar tidak dapat menemui nasabah dan calon nasabah.
Hal itu pun memengaruhi proses penjualan produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit-linked. Menurut Riswinandi, penjualan produk itu wajib dilakukan secara tatap muka agar tenaga pemasar dapat menjelaskan dengan rinci isi dan ketentuan unit-linked kepada calon nasabah.
Namun, mulai 27 Mei 2020, otoritas pun memberlakukan relaksasi penyesuaian teknis pemasaran unit-linked, yakni tindak lanjut pertemuan tatap muka dapat dilakukan melalui sarana digital atau media elektronik. Riswinandi mengingatkan agar seluruh perusahaan melakukan penjualan unit-linked dengan mengacu kepada aturan yang berlaku.
"Sebagaimana ketentuannya, diperlukan perhatian terhadap perlindungan konsumen. Termasuk dalam proses penjualan perlu didukung dokumentasi yang lengkap dan baik," ujar Riswinandi kepada Bisnis, Senin (23/11/2020).
Dia menegaskan bahwa perusahaan-perusahaan asuransi jiwa harus memastikan adanya dokumen-dokumen yang merepresentasikan bahwa pembeli polis sudah betul-betul memahami produk asuransi unit-linked yang dibeli. Mereka pun harus mengetahui dengan pasti hak dan kewajibannya sebagai pemegang polis.
Baca Juga
Sampai saat ini, sudah terdapat sembilan perusahaan yang memperoleh izin pemasaran unit-linked secara digital dari OJK. Selain itu, terdapat enam perusahaan lain yang masih antre, sehingga total perusahaan yang mengajukan izin itu mencapai 14 entitas.
Riswinandi menjelaskan bahwa kebijakan tersebut memang berlaku untuk sementara, tetapi terdapat kemungikinan untuk diperpanjang jika industri dinilai masih membutuhkannya.
Selain itu, kondisi pandemi Covid-19 pun belum menunjukkan tanda perbaikan sehingga aktivitas tatap muka masih akan terkendala. "Tentu melihat perkembangan dan evaluasi pengawas terkait perpanjangan relaksasi itu," ujar Riswinandi.