Bisnis.com, JAKARTA — Peningkatan tata kelola menjadi perhatian utama pemerintah dan dewan pengawas terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan). Tata kelola menjadi kunci utama dalam pengembangan kualitas pelaksanaan jaminan sosial.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dari unsur pemerintah Mohamad Subuh menyatakan bahwa pihaknya akan fokus mendorong penguatan tata kelola di tubuh BPJS Kesehatan. Salah satu aspeknya terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenang setiap unsur dalam jaminan sosial.
Menurutnya, DJSN memiliki peranan untuk menyelenggarakan kebijakan umum dan sinkronisasi berbagai kebijakan dalam pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional (JKN). Tugas itu harus sejalan dengan fungsi operasional dari direksi dan pengwasan dari dewan pengawas (dewas) BPJS Kesehatan.
"Dewas dan direksi baru tugasnya melakukan berbagai program yang memastikan keberlangsungan [sustainability] JKN ini. Tentu tata kelola menjadi faktor utama," ujar Subuh dalam konferensi pers Kebijakan Umum Penyelenggaraan Sistem Jaminan Nasional, Selasa (3/2/2021).
Menurutnya, DJSN melakukan kajian terkait penyederhanaan jaminan sosial yang bertujuan agar pelaksanaan JKN menjadi lebih optimal dan berorientasi kepada pelayanan peserta. Untuk memenuhi tujuan itu, pertama-tama diperlukan penguatan dari sisi BPJS Kesehatan.
Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan Achmad Yurianto menjelaskan bahwa berbagai kebijakan dan kajian dari DJSN akan menjadi acuan bagi jajarannya dalam melaksanakan tugas. Beberapa isu menjadi perhatian dewas dan perlu diselesaikan melalui penguatan tata kelola.
Salah satunya, menurut Yuri, BPJS Kesehatan harus menjalankan program JKN yang berorientasi peserta. Seluruh peserta harus terpenuhi haknya dalam mendapatkan akses pelayanan JKN disertai kendali mutu yang baik.
Selain itu, BPJS Kesehatan pun harus memastikan integrasi yang baik dengan berbagai pihak. Penyelenggaraan JKN bukan hanya melibatkan BPJS, tetapi juga Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), hingga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Bicara kepesertaan memang bisa jadi lead [yang menjadi tanggung jawab BPJS Kesehatan], tapi akses pelayanan kesehatan itu terkait Kemenkes, terkait obat ke BPOM, BKKBN pun memiliki peran. Ini harus menjadi mindset awal, tidak bisa masalah JKN hanya diselesaikan BPJS," ujar Yuri pada Selasa (2/3/2021).
Yuri menyebut bahwa pembenahan tata kelola mencakup hubungan lintas lembaga dan di tubuh BPJS Kesehatan itu sendiri. Terkait aspek internal, Yuri menilai agar direksi melihat upaya penguatan tata kelola dalam konteks keseimbangan permintaan dan penawaran (supply and demand).
BPJS Kesehatan memegang peranan dalam memenuhi aspek supply dalam satu unit yang utuh dan terintegrasi. Hal tersebut berarti layanan JKN mudah diakses, memiliki fasilitas dan mutu yang baik, serta terjamin dari sisi pembiayaannya.
Adapun, aspek demand berada di pihak masyarakat, yakni masyarakat Indonesia yang membutuhkan layanan JKN sebagai jaminan sosial. Menurut Yuri, aspek suplai harus selalu mampu memenuhi dan mengetahui kondisi permintaan yang ada.
"Oleh karena itu harus berorientasi demand side, tata kelola terkait supply menjadi fokus kami untuk memperbaiki ke depannya. Ini tidak mudah, Indonesia bukan hanya Jakarta yang memiliki berbagai masalah dan disparitasnya, tidak mungkin dikerjakan sendiri oleh BPJS," ujar Yuri.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyatakan bahwa pembangunan layanan kesehatan menjadi tanggung jawab besar yang harus segera dilaksanakan. Menurutnya, seluruh pemangku kepentingan pelru terlibat dalam peningkatan tata kelola program JKN.
"Kami akan berupaya meningkatkan kualitas layanan. Beberapa hal yang menjadi perhatian adalah fokus mengurangi antrean, penguatan sistem manajemen informasi online, hingga memperluas alternatif pendanaan JKN," ujar Ali.