Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Burden Sharing Lanjut, BI Bakal Borong SBN Rp439 Triliun di 2021 dan 2022

BI akan melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp215 triliun di 2021 dan Rp224 triliun di 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kiri) didampingi Ketua Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan penjelasan mengenai hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), di Jakarta, Selasa (23/4/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kiri) didampingi Ketua Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan penjelasan mengenai hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), di Jakarta, Selasa (23/4/2019)./Bisnis-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk melanjutkan pembagian beban atau burden sharing pada 2021 dan 2022.

Kesepakatan tersebut tertuang dalam Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur BI tentang Skema dan Mekanisme Koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia dalam rangka Pembiayaan Penanganan Kesehatan dan Kemanusiaan Guna Penanganan Dampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19 Melalui Pembelian di Pasar perdana oleh BI Atas Surat Utang Negara dan/atau Surat Berharga Syariah Negara yang diterbitkan Pemerintah (atau disebut SKB III).

Dalam kesepakatan tersebut, BI akan melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp215 triliun di 2021 dan Rp224 triliun di 2022.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam bahan paparannya saat rapat bersama dengan BI Dan Komisi XI DPR RI, Senin (23/8/2021), menjelaskan bahwa peningkatan penyebaran Covid-19 termasuk varian delta memerlukan pembiayaan yang besar, antara lain untuk penanganan kesehatan dan kemanusiaan sebagai dampak pandemi Covid-19.

Oleh karena itu, pemerintah dan BI melakukan koordinasi, di mana BI akan berpartisipasi aktif dalam pembelian SBN di pasar perdana.

“Termasuk kontribusi dalam pembiayaan kesehatan dan kemanusiaan tersebut,” katanya dalam bahan paparan yang dikutip Bisnis, Senin (23/8/2021).

Disebutkan, BI akan berkontribusi atas seluruh biaya bunga untuk pembiayaan vaksinasi dan penanganan kesehatan dengan maksimum limit Rp58 triliun di 2021.

BI juga akan menanggung seluruh biaya bunga untuk pembiayaan vaksinasi dan penanganan kesehatan dengan maksimum limit Rp40 triliun pada 2022, sesuai dengan kemampuan neraca BI.

Di sisi lain, sisa biaya bunga untuk pembiayaan penanganan kesehatan lainnya, serta penanganan kemanusiaan menjadi tanggungan pemerintah dengan tingkat bunga acuan Suku Bunga Reverse Repo BI tenor 3 bulan (di bawah tingkat suku bunga pasar).

Berdasarkan bahan paparan, dijelaskan SKB dibedakan dengan dua skema, yaitu Cluster A dan Cluster B.

Pada skema cluster A, BI akan menanggung seluruh biaya bunga sebesar tingkat suku bunga Reverse Repo BI Tenor 3 bulan, untuk pendanaan program vaksinasi dan penanganan kesehatan terkait Covid-19 sebesar Rp58 triliun untuk 2021 dan Rp40 triliun untuk 2022.

Selanjutnya, Cluster B, BI akan berkontribusi sebesar Rp157 triliun untuk 2021 dan Rp 184 triliun di 2022, dengan tingkat bunga yang sama, namun ditanggung oleh pemerintah.

Skema Cluster tersebut untuk pembelian SBN dalam rangka penanganan kesehatan terkait pandemi Covid-19 selain Cluster A, dan penanganan kemanusiaan dalam bentuk pendanaan untuk berbagai program perlindungan bagi masyarakat/usaha kecil terdampak.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan bahwa burden sharing tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi di banyak negara.

“Yang penting, masih ada UU No.2/2020 yang memberikan izin kepada BI untuk membeli SBN di pasar perdana. Masalah burden Sharing bisa disesuaikan asalkan ada kesepakatan antara BI dan pemerintah,” katanya kepada Bisnis, Senin (23/8/2021).

Piter mengatakan, peran BI masih sangat dibutuhkan untuk membantu pembiayaan fiskal, di mana kebutuhan anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19 pun masih sangat besar.

“Selama pandemi masih terjadi, pemerintah masih mengalami defisit yang lebar, maka BI masih sangat dibutuhkan untuk memastikan pembiayaan defisit APBN bisa aman,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper