Bisnis.com, JAKARTA - Harga saham bank jumbo seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) sempat terguncang saat Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikan suku bunga acuannya jadi 6,25% pada pekan ini.
Berdasarkan data RTI Business, harga saham BBRI turun 6,21% menjadi Rp4.830 pada penutupan perdagangan akhir pekan Jumat (26/4/2024). Dalam sepekan perdagangan, harga saham BBRI anjlok 8,44%.
Saham BBRI juga mencatatkan nilai jual asing atau net foreign sell sebesar Rp2,5 triliun dalam sepekan. Adapun, sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) harga saham BBRI turun 15,63%.
Begitu juga dengan BBNI yang mencatatkan penurunan harga saham 2,83% menjadi Rp5.150 pada penutupan perdagangan akhir pekan kemarin. Harga saham BBNI juga turun 1,44% dalam sepekan dan jeblok 4,19% ytd.
Harga saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) juga turun 2,88% pada penutupan perdagangan. Meskipun, dalam sepekan harga saham BMRI naik 0,37%.
Harga saham BMRI juga masih mencatatkan nilai beli asing atau net foreign buy sebesar Rp467,55 miliar dalam sepekan perdagangan. Kemudian, harga saham BMRI naik 11,57% ytd.
Baca Juga
PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) mencatatkan penurunan harga saham 1,53% menjadi Rp9.625 pada penutupan perdagangan akhir pekan ini. Namun, harga saham bank naik 1,58% dalam sepekan.
BBCA juga mencatatkan net foreign buy Rp21,15 miliar dalam sepekan. Adapun, BBCA mencatatkan kenaikan harga saham 2,39% ytd.
Reli saham bank jumbo dalam sepekan ini terjadi di tengah pengumuman kenaikan suku bunga acuan BI. Keputusan menaikan suku bunga acuan diambil BI diambil dalam agenda Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 23-24 April 2024. BI rate pun kini menyentuh level 6,25%, naik 25 basis poin (bps) setelah sebelumnya tertahan di level 6% sejak Oktober 2023.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan sektor perbankan memang terkena dampak kenaikan suku bunga acuan BI. Secara umum dampaknya akan terasa pada 6 bulan ke depan, ketika pertumbuhan kredit melambat.
"Manakala pertumbuhan kredit melemah dan beberapa debitur mengalami kesulitan pembayaran, maka ini akan memengaruhi NPL [nonperforming loan] bank, sehingga akhirnya akan memengaruhi kinerja secara umum nantinya," kata Amin kepada Bisnis pada Kamis (25/4/2024).
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menilai saham perbankan akan mengalami koreksi seiring sentimen negatif di pasar, di antaranya terkait suku bunga acuan. Namun, prospek saham perbankan masih baik untuk jangka panjang.
“Akan tetapi, potensi valuasi di masa yang akan datang masih sangat baik,” ujarnya.
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani juga mengatakan prospek saham perbankan ke depan masih bagus dengan rekomendasi beli.
"Prospeknya bagus karena valuasi masih menarik seiring dengan pertumbuhan laba yang kuat," ujarnya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.