Bisnis.com, JAKARTA - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mengungkapkan normalisasi kebijakan bank sentral akan dilakukan dengan hati-hati dan terukur.
Langkah normalisasi kebijakan ini terkait dengan penyesuaian suku bunga acuan sejalan dengan tren pengetatan moneter di ranah Global.
Menurut Destry, jika normalisasi kebijakan dilakukan terlalu cepat, maka akan sangat berisiko terhadap pemulihan ekonomi dan sektor keuangan.
"Namun, jika terlalu lambat akan juga berdampak terhadap akselerasi risiko makro yang lebih cepat," bebernya, Jumat (13/5/2022).
Tentunya, lanjut Destry, BI akan memilih mengambil langkah normalisasi yang tidak akan menahan pemulihan ekonomi atau menganggu stabilitas sektor keuangan.
Saat ini, BI bersama pemerintah dan otoritas terkait akan terus berusaha untuk menjaga momentum pemulihan melalui penguatan sinergi dalam rangka bauran kebijakan nasional.
Baca Juga
Bauran tersebut meliputi kebijakan moneter yang akan pro-stability, kebijakan keuangan hijau, ekonomi syariah, dan pengembangan UMKM.
Saat ini, normalisasi kebijakan moneter negara maju telah menjadi salah satu dari risiko utama yang harus diwaspadai semua pihak, selain risiko pandemi di sektor riil dan ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina.
Normalisasi ini dipicu oleh tekanan inflasi yang kuat dan mendorong bank sentral di berbagai negara, termasuk negara maju, semakin agresif dalam mengerek tingkat suku bunga acuannya dan mengurangi likuiditas pada sistem keuangan.
Adapun, dia mengingatkan normalisasi di pasar global ini akan membatasi aliran modal ke negara berkembang, termasuk Indonesia.