Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kredit Macet Bayangi Industri Pinjol, AFPI Pasang Mata

AFPI melakukan kajian internal demi mencegah dampak negatif fenomena gagal bayar dari beberapa pemain fintech p2p lending.
Ilustrasi pinjaman online atau pinjol. /Freepik.com
Ilustrasi pinjaman online atau pinjol. /Freepik.com

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sudah merancang strategi untuk mengatasi bayang-bayang kredit macet dari beberapa pemain teknologi finansial pendanaan bersama alias peer-to-peer (P2P) lending.

Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko mengakui bahwa pihaknya mulai menaruh perhatian terhadap fenomena ini, karena berpotensi memberikan dampak terhadap tingkat kepercayaan para pendana (lender).

"Kita sedang analisis lewat studi internal, apakah beberapa platform dengan kredit macet tinggi punya pengaruh terhadap industri secara keseluruhan, alias apakah ada Efek Pareto atau tidak," ujarnya ketika dihubungi Bisnis, Kamis (6/10/2022).

Sebagai pengingat, beberapa waktu belakangan muncul keluhan dari para lender di platform dengan tingkat keberhasilan bayar pinjaman 90 hari (TKB90) rendah. Bahkan, para platform tersebut tercatat memiliki kinerja TKB90 yang jauh berada di bawah kinerja industri senilai 97,11 persen.

Melihat hal ini, AFPI pun melakukan kajian berbekal akumulasi data dari infrastruktur fintech data center (FDC), di mana proses ini telah berjalan sejak beberapa hari belakangan. Tujuannya, melihat apakah bayang-bayang kredit macet merupakan kesalahan platform itu sendiri, atau adanya segmen peminjam (borrower) di industri tertentu yang harus diwaspadai.

"Jadi asosiasi tetap ambil ancang-ancang lewat studi data FDC secara holistik. Hasilnya nanti, AFPI akan memberikan masukan kepada para pemain. Misalnya, apakah harus ada risk acceptance yang lebih ketat, atau memang harus ada restrukturisasi terhadap borrower tertentu, dan lain-lain," tambah Sunu.

Seiring dengan hal ini, AFPI juga tengah mengkaji kemungkinan kolaborasi antara perusahaan asuransi dengan setiap pemain tekfin pendanaan bersama. Pasalnya, AFPI melihat tidak semua platform mampu untuk menerapkan proteksi pada setiap transaksinya.

"Kalau kita bicara asuransi, walaupun tidak diwajibkan pun, nyatanya banyak platform yang telah merealisasikan, tapi harus memahami juga kondisi mitra perusahaan asuransi, karena tentu mereka pun tidak mau rugi. Selain itu, perlu dilihat juga minat para lender, karena preminya itu biasanya juga dibebankan ke lender, di mana artinya mengurangi imbal hasil yang mereka dapatkan," jelasnya.

Namun demikian, di tengah bayang-bayang kredit macet akibat gejolak kondisi perekonomian, AFPI masih optimistis penyaluran pinjaman industri masih berada dalam tren pertumbuhan menyentuh sekitar Rp225 triliun. Tahun lalu, realisasi penyaluran pinjaman industri tercatat mencapai Rp155,97 triliun.

Menurut Sunu, optimisme ini bukan tak berdasar, sebab pada masa pandemi Covid-19 lalu pun industri tekfin pendanaan bersama justru bertumbuh dengan pesat. Hal ini merupakan buah kemampuan menjaring segmen-segmen potensial secara cepat, serta berkesempatan merangkul masyarakat yang pengajuan kreditnya ditolak oleh lembaga keuangan konvensional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Aziz Rahardyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper