Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan menugaskan industri fintech P2P lending atau pinjaman online (pinjol) untuk meningkatkan pangsa pinjaman segmen produktif. Dari target pangsa pinjaman produktif 50–70% yang diharapkan tercapai pada 2028, realisasinya baru sebesar 36,53% per Februari 2025.
Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), melihat ada tantangan berupa beban biaya operasional yang tinggi dalam penyaluran pinjaman online produktif, terutama bagi perusahaan P2P lending yang selama ini fokus pada pembiayaan sektor konsumtif.
"Secara sistem tentu tidak akan banyak berubah berupa credit scoring dan sebagainya. Tapi untuk perubahan di profil risiko, kredit macet yang berubah. Risiko yang lebih tinggi juga membutuhkan modal yang lebih besar pula. Kadang penanganan risikonya juga berbeda. Membutuhkan biaya pula jika pola penyalurannya berubah, misalnya ada field worker seperti Amartha," kata Huda kepada Bisnis, Rabu (23/4/2025).
Huda mencatat, selama ini borrower untuk kategori badan usaha memiliki kinerja yang tidak begitu baik dengan tingkat kredit macet yang lebih tinggi dibandingkan borrower sektor konsumtif. Akibatnya, lender pasti akan berpikir dua kali untuk memfokuskan pembiayaannya ke sektor produktif.
Di sisi lain, menurutnya, perusahaan penyelenggara P2P lending juga harus menjaga portofolio kinerja mereka dari sisi kredit macet.
"Itu sebenarnya cara paling mudah untuk membuat platform shifting dari konsumtif ke produktif," ujarnya.
Baca Juga
Adapun sampai dengan Februari 2025, outstanding pendanaan pinjaman P2P lending pada sektor produktif tercatat sebesar Rp29,25 triliun atau mencapai 36,53% dari total outstanding pendanaan industri. Pangsa tersebut sedikit meningkat dibandingkan per Januari 2025 yang mencapai 35,64%.
Huda menilai, pangsa pinjaman P2P lending ke sektor produktif ini akan otomatis meningkat asalkan ada perbaikan dari sisi risiko kredit pinjaman produktif yang lebih baik.
"Saya pribadi masih percaya jika bisa diperbaiki kinerja penyaluran ke sektor produktif dengan risiko yang terukur, banyak platform yang ingin masuk ke sektor produktif. Hal ini terkait dengan program channeling perbankan yang semakin masif melalui pinjaman daring," pungkasnya.
Adapun per Januari 2025, jumlah beban operasional industri P2P lending melesat 14,6% (YoY) menjadi sebesar Rp1,22 triliun. Dalam komponen tersebut, lonjakan paling besar disumbang oleh beban pemasaran dan periklanan yang tumbuh 37,2% (YoY) menjadi Rp384,24 miliar.