Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AFPI Buka Suara usai KPPU Gelar Sidang Perdana Dugaan Kartel Pinjol

AFPI menegaskan tidak ada kesepakatan kartel suku bunga pinjol di sidang KPPU. Bunga 0,8% ditetapkan untuk melindungi konsumen, mengacu pada praktik di Inggris.
Ilustrasi bunga pinjaman online (pinjol). / dok Freepik
Ilustrasi bunga pinjaman online (pinjol). / dok Freepik

Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menggelar sidang perdana Perkara Nomor 05/KPPU-I/2025 terkait Dugaan Pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5/1999 terkait Layanan Pinjam-Meminjam Uang atau Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (Fintech P2P Lending) di Indonesia pada hari ini, Kamis (14/8/2025).

Menyikapi hal tersebut, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menegaskan bahwa tidak ada sama sekali kesepakatan dalam menentukan manfaat ekonomi atau suku bunga antar anggota asosiasi.

Kepala Hubungan Masyarakat AFPI Kuseryansyah menuturkan tak ada kompromi dalam menentukan batas atas manfaat ekonomi di industri pinjaman daring (pindar) atau pinjol. Dia berujar, batas atas ini adalah ceiling price, sehingga para penyelenggara masih memiliki ruang yang besar untuk menentukan harga yang akan dikenakan kepada pengguna.

“Pada dasarnya pelaku usaha memiliki kebebasan menentukan tingkat suku bunga tadi sepanjang tidak melampaui batas tersebut,” katanya dalam konferensi pers mengenai batas maksimum manfaat ekonomi, Kamis (14/8/2025) di Jakarta.

Sebagai informasi, bunga maksimum industri pinjol legal yang dimaksud Kuseryansyah adalah sebesar 0,8% pada 2018. Adapun, besaran bunga ini mengacu pada kajian dari Financial Conduct Authority (FCA) yang ada di Inggris.

“Situasinya adalah industri fintech lending ini masih di early stage, awal sekali, tidak ada patokan, tidak ada acuan. Jadi, platform pinjaman daring di bawah AFPI tidak pernah membuat kesepakatan untuk menentukan batas maksimum manfaat ekonomi yang diatur ke 0,8%,” ujarnya.

Lebih lanjut, dia mengemukakan penetapan bunga dilakukan dalam rangka untuk melindungi konsumen dan sejalan dengan arahan OJK, kala itu pinjol ilegal sangat merajalela.

“Itu adalah praktik ilegal yang kita mau hindari waktu itu. Maka ditetapkanlah ceiling atas ini. Pada praktiknya semua platform itu bisa menentukan harga sesuai dengan produk, segmentasi, risiko yang bisa mereka handle, dan tingkat efisiensi operasional mereka sendiri,” jelas Kuseryansyah.

Alasan Penetapan Bunga Pinjol 0,8%

Lebih jauh, Kuseryansyah menjelaskan alasan penerapan batas maksimum manfaat ekonomi dalam industri pinjol adalah karena setelah melakukan riset, akhirnya mengacu pada Inggris yang memberlakukan bunga 0,8% tersebut.

“Ada riset di bagaimana practice itu di Inggris dan di negara-negara yang lain. Nah kita me-refer waktu itu acuannya yang dari Inggris. Diberlakukan 0,8%. Karena waktu itu kan masih baru sekali industri ini, acuan dari Inggris itu yang kita gunakan,” jelasnya.

Menurut dia, sebenarnya pelaku usaha ingin bunga tidak diatur, tetapi OJK sebagai regulator memberikan perhatian dan arahan kepada asosiasi untuk membedakan antara pinjol yang terdaftar di OJK dengan yang ilegal. Dengan demikian, bentuk konkretnya itu adalah penetapan bunga 0,8%.

Selain mengacu pada Negeri Paman Sam, angka tersebut ditetapkan karena pada saat masanya biaya platform fintech masih tinggi dan data masih terbatas.

“Sehingga risk profile dari borrower belum terukur. Dari waktu ke waktu data semakin besar, risk profile semakin terpetakan. Bisa ada peluang untuk melakukan penurunan secara step by step,” tegasnya.

Berdasarkan catatan Bisnis, dalam perkara tersebut KPPU menyidangkan 97 penyelenggara layanan pinjol legal dan berizin dalam sidang perdana dugaan kartel suku bunga pinjaman daring.

Lembaga tersebut menuduh para pelaku industri yang tergabung di asosiasi melakukan pengaturan bersama mengenai tingkat suku bunga pada kurun 2020—2023 sehingga dianggap membatasi ruang kompetisi dan merugikan konsumen.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro