Bisnis.com, JAKARTA — Portofolio saham di industri dana pensiun kian menyusut. Data per Juni 2025 penempatan investasi di saham turun 11,11% (year on year/YoY) dan 6,71% (month to month/MtM) menjadi sebesar Rp22,67 triliun.
Pengamat industri dana pensiun Suheri memandang hal ini didorong karena adanya kecenderungan pasar saham yang bergerak sideways atau tidak menunjukkan tren tertentu.
Dia meneruskan, kemungkinan saat harga saham turun, perusahaan dana pensiun beramai-ramai berinvestasi. Kemudian saat harga saham kembali normal dijual lalu berinvestasi lagi di instrumen yang lebih menguntungkan dan tidak berfluktuasi.
“Makanya saya melihatnya itu lebih ke taktikal aja kalau pasar modal. Mereka tetap punya porsi di sana, tetapi biasanya porsi yang ke sana tuh memang bukan untuk jangka pendek, bukan untuk trading, lebih ke jangka panjang, kira-kira begitu,” katanya kepada Bisnis, Rabu (13/8/2025).
Sebab demikian, Suheri merasa tindakan yang dilakukan perusahaan dana pensiun ini hanya bersifat taktis yang berpola sama, bukan perubahan strategi besar-besaran.
Lebih jauh, kala menanggapi soal tren bullish pasar saham, dia berpendapat ini justru membuat industri dana pensiun lebih berhati-hati untuk kembali masuk ke pasar saham. Dikarenakan khawatir akan terjadi koreksi harga, yang juga bisa berdampak terhadap pembukuan akhir tahun.
Baca Juga
“Jadi pemikiran yang harus dipikir dengan benar gitu, karena mereka tuh akhir tahun nanti pembukuannya gimana kalau masuk ke sana, nanti tiba-tiba malah turun [investasi sahamnya] bukan naik Rp8.000 malah jadi Rp7.000, malah rugi gitu kan,” ujarnya.
Menelisik data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada Juni 2024 penempatan investasi industri dana pensiun di saham mencapai Rp25,50 triliun dan Mei 2025 sebesar Rp24,30 triliun. Berbeda dengan penempatan investasi di instrumen berisiko rendah yang terus bertumbuh.
Misalnya saja per Juni 2025 deposito on call tumbuh 54,27% (YoY) menjadi Rp4,05 triliun, deposito berjangka mencapai Rp99,03 triliun atau tumbuh 14,86% (YoY). Kemudian, di surat berharga BI tumbuh 78,44% (YoY) menjadi Rp10,90 triliun dan SBN tumbuh 2,95% (YoY) menjadi Rp137,55 triliun.
Adapun, dari segi hasil investasinya, pendapatan dari bunga dan dividen masih konsisten. Per Juni 2025, bunga/bagi hasil tumbuh 2,66% (YoY) menjadi Rp10,60 triliun. Sementara itu, dividennya mencapai Rp1,68 triliun atau tumbuh 5,65%.