Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RUU PPSK, Koperasi Simpan Pinjam Batal Diawasi OJK

Ketentuan pengaturan koperasi simpan pinjam batal masuk dalam RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) atau Omnibus Law Keuangan.
Kantor Koperasi Simpan Pinjam (Kospin) Jasa di Kawasan Gatot Subroto/Istimewa
Kantor Koperasi Simpan Pinjam (Kospin) Jasa di Kawasan Gatot Subroto/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Pengawasan terkait koperasi simpan pinjam dipastikan tidak akan berada di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Dalam draf terbaru Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) atau Omnibus Law Keuangan per tanggal 8 Desember 2022, perizinan, pengaturan, dan pengawasan koperasi oleh OJK hanya mencakup badan hukum koperasi yang melakukan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.

Koperasi yang dimaksud tersebut menghimpun dana dari pihak selain anggota koperasi; menyalurkan pinjaman ke pihak selain anggota koperasi; menerima sumber pendanaan dari bank dan/atau lembaga keuangan lainnya melewati batas maksimal yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi; dan/atau melakukan layanan jasa keuangan di luar usaha simpan pinjam seperti usaha perbankan, usaha asuransi, usaha dana pensiun, pasar modal, usaha lembaga pembiayaan, usaha modal ventura dan kegiatan usaha lain yang ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai sektor jasa keuangan.

Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) Ahmad Zabadi menyampaikan, badan hukum koperasi di sektor jasa keuangan dikategorikan sebagai koperasi opened loop. Contohnya, seperti lembaga keuangan mikro (LKM), bank perkreditan rakyat (BPR), asuransi yang berbadan hukum koperasi, dan lain-lain. 

"RUU PPSK hanya terkait dengan usaha-usaha koperasi yang bergerak di sektor jasa keuangan, yang mereka tidak hanya melayani anggota, tetapi juga nonanggota dan kegiatannya bukan simpan pinjam. Ini yang kami sebut sebagai opened loop," ujar Ahmad dalam diskusi media, Selasa (6/12/2022) malam.

Sementara itu, dia menegaskan bahwa pengaturan, perizinan, dan pengawasan koperasi simpan pinjam (KSP) sepenuhnya tetap berada di bawah Kementerian Koperasi dan UKM. KSP dikategorikan sebagai koperasi closed loop, yakni koperasi yang melayani simpan pinjam dari, untuk, dan oleh anggotanya.

Nantinya, pemilahan koperasi yang dikategorikan sebagai opened loop dan closed loop berdasarkan penilaian dan penetapan dari Kementerian Koperasi dan UKM. Syarat dan ketentuan koperasi opened loop akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Koperasi dan UKM.

"Kami akan lakukan penilaian dulu, yang opened loop kami serahkan ke OJK. Kami pilah 'oh, Anda LKM silahkan ke OJK'. Kalau tidak mau, ya kembali ke khitah KSP. Sepanjang dia taat asas bahwa dia hanya melayani anggota, lalu rasio modalnya lebih besar modal sendiri dia dikategori closed loop," jelas Ahmad.

Menurutnya, dengan pengaturan kategori tersebut dalam RUU PPSK, grey area pengawasan koperasi antara OJK dan Kementerian Koperasi dan UKM tidak akan ada lagi.

Sementara itu, penguatan sistem pengawasan KSP dan ekosistemnya akan diatur secara khusus dalam RUU Perkoperasian yang tengah disusun oleh Kementerian Koperasi dan UKM.

Salah satu agenda krusial yang akan dimasukkan ke dalam penyusunan RUU Perkoperasian adalah mengenai permurnian atau purifikasi praktik simpan pinjam koperasi. Ahmad menjelaskan, KSP sejatinya dilarang melayani simpan pinjam di luar anggotanya. Namun, dia tak memungkiri masih terdapat praktik menyimpang yang memanfaatkan celah ketentuan terkait calon anggota pada PP 9 Tahun 1995.

"Dalam RUU Perkoperasian mendatang KSP hanya boleh melayani anggota koperasi yang bersangkutan dan koperasi lain saja. Di luar itu tidak boleh dan bila melakukan dikenakan pidana. Ketentuan calon anggota pada PP 9 Tahun 1995 akan kami hapus. Kemudian juga anggota luar biasa sebagaimana di UU 25/1992 akan kami hapus karena banyak juga dimanfaatkan oleh koperasi-koperasi untuk berpraktik menyimpang," katanya.

Adapun, RUU Perkoperasian ini merupakan kelanjutan dari putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan UU No. 17 Tahun 2012 sehingga status RUU ini bersifat mendesak dan dibutuhkan untuk menggantikan UU No. 25 Tahun 1992 yang dinilai sudah tak relevan dengan kondisi koperasi saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper