Bisnis.com, JAKARTA— Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyempurnakan regulasi terkait lini usaha asuransi kredit. Hal tersebut untuk memperkuat pengelolaan risiko dan kinerja underwriting pada sektor tersebut.
Adapun penyempurnaan khususnya dilakukan pada lingkup pertanggungan produk asuransi yang dikaitkan dengan penyaluran kredit, kewajaran tarif premi, dan kewajiban untuk melakukan mitigasi risiko.
“Mitigasi risiko dilakukan antara lain melalui risk sharing dengan kreditur,” kata Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Senin, 8 Mei 2023.
Mahendra menambahkan OJK juga telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 5 Tahun 2023 dan POJK Nomor 6 Tahun 2023 untuk mendorong peningkatan kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan reasuransi, antara lain terkait batasan penempatan investasi pada pihak terkait dan bukan pihak terkait.
Selanjutnya, lanjut dia, OJK juga meminta lembaga pembiayaan untuk menjaga pemenuhan ketentuan ekuitas minimum sebagai buffer untuk mengantisipasi kondisi dinamika ekonomi global maupun domestik.
“Serta melakukan stress test dan sensitivity analysis secara berkala sebagai upaya preventif dalam mengantisipasi terjadinya skenario terburuk,” katanya.
Baca Juga
Sebelumnya, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengungkapkan klaim asuransi kredit terpantau mengalami lonjakan hingga 65,3 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal IV/2022.
Wakil Ketua AAUI untuk Bidang Statistik & Riset Trinita Situmeang mengatakan klaim dibayar pada asuransi kredit naik sebesar Rp4,98 triliun. Artinya, klaim dibayar pada lini bisnis ini menanjak dari Rp7,63 triliun menjadi Rp12,61 triliun sepanjang 2022.
Trinita mengungkapkan bahwa salah satu penyebab melonjaknya klaim dibayar pada asuransi kredit adalah pandemi Covid-19.
“Memang risiko kredit di sepanjang tiga tahun terakhir itu meningkat, kemudian default risk meningkat yang bisa diakibatkan pandemi, faktor ekonomi atau lainnya. Jadi akan meningkat selalu dan akan semakin bergulung setiap tahunnya,” kata Trinita dalam paparan Konferensi Pers Data Industri Asuransi Umum Triwulan IV Tahun 2023 di Jakarta, pada Selasa (28/2/2023).
Trinita menjelaskan bahwa untuk menekan atas melonjaknya asuransi kredit adalah dengan memitigasi risiko melalui perbaikan harga hingga koordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti bank maupun leasing, serta ekosistem di asuransi kredit.
“Ke depan, [asuransi kredit] memang harus dimitigasi dengan salah satunya perbaikan struktur harga,” ujarnya.
Ketua Departemen Statistik AAUI Esti Handayani menuturkan bahwa indikator di asuransi kredit yang paling dominan adalah 90 persen terjadi lantaran adanya ketidakmampuan untuk membayar karena sebab apapun. Di sisi lain, ekonomi Indonesia juga belum bergulir cukup sehat saat ini.
“Ke depan, klaim dibayar pada asuransi kredit masih akan bergulung terus, masih akan ada banyak, karena yang diasuransikan sudah cukup banyak,” tuturnya.
Wakil Ketua AAUI untuk Bidang Information & Applied Technology Dody Dalimunthe menyampaikan bahwan peningkatan klaim pada asuransi kredit di masa Covid-19 dipicu karena daya beli masyarakat yang turun.