Bisnis.com, JAKARTA - Bank-bank besar seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) hingga PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) masih diproyeksikan menebar dividen dengan nilai jumbo pada 2024.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Fajar Dwi Alfian mengatakan secara historis, bank kelas kakap seperti BBRI rajin membagikan dividen jumbo tiap tahunnya. Pada tahun depan, dividen pun akan ditebar dikarenakan kinerja keuangan bank-bank jumbo sepanjang tahun ini moncer.
Berdasarkan laporan keuangan hingga Oktober 2023, bank-bank jumbo masih mencatatkan kinerja pertumbuhan labanya. PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) misalnya mencatatkan laba bersih Rp40,2 triliun pada Oktober 2023, tumbuh 26,1% secara tahunan (year-on-year/yoy).
BBRI mencatatkan laba bersih Rp43,4 triliun pada Oktober 2023, naik 7,9% yoy. Laba bersih BMRI naik 28,6% yoy menjadi Rp40,5 triliun. Lalu, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) mencatatkan laba bersih Rp17,3 triliun, naik 11,9% yoy.
Menurut Pajar, tebaran dividen bank-bank jumbo pada 2024 juga akan membuat kinerja sahamnya terangkat.
Baca Juga
"Secara momentum, saham bank-bank jumbo juga sebetulnya cukup menarik bagi investor, apalagi kekhawatiran pasar keuangan global terkait suku bunga The Fed sudah mulai mereda, sehingga asing juga mulai masuk dan berpotensi mengerek harga saham-saham big caps," tutur Fajar kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Dividen Jumbo BBRI
Sejumlah bank pun telah memberi kisi-kisi tebaran dividen mereka tahun depan. BBRI misalnya optimistis dapat membagikan dividen jumbo untuk investor pada tahun depan seiring raupan laba bersih yang diproyeksikan menyentuh Rp55 triliun sepanjang 2023.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan pada tahun lalu BBRI membukukan laba bersih Rp 51,4 triliun sekaligus menjadi laba terbesar di industri perbankan Indonesia.
"Laba tinggi itu tidak perlu lagi untuk memperkuat modal, jadi kami bagi 85% dividen dari laba, kami bagi dividen Rp43 triliun," katanya Sunarso dalam Public Expose BRI bulan lalu.
Ia juga mengatakan BRI mempertimbangkan tebaran dividen dengan mengacu pada tingkat rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) yang saat ini tergolong terlalu tebal, di level 27,47% per September 2023. Padahal, kebutuhan risk management perseroan hanya butuh 17% hingga 17,5%.
“Jadi kita punya excess [kelebihan] modal 10%, sebut kalau setahun untuk meng-cover pertumbuhan itu hanya butuh 2% dari konsumsi capital, maka bisa sampaikan selama lima tahun ke depan, berapapun laba BRI harus dibagi dalam dividen,” ujarnya.
Dividen BMRI dan BBNI
Bank Mandiri juga berencana melanjutkan kebijakan pembayaran dividen jumbo pada 2024. Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Sigit Prastowo mengatakan terkait penentuan dividen, BMRI akan terus mempertimbangkan permodalan yang sehat dan optimal untuk mendukung pertumbuhan bisnis secara jangka panjang.
“Selama empat tahun terakhir, BMRI membagikan dividen payout ratio sebesar 60%, kami secara internal telah melakukan sensitivity analysis, di mana BMRI mempertahankan rasio dividen di level itu dengan menjaga permodalan yang optimal pertumbuhan bisnis,” ujarnya dalam Public Expose bulan lalu.
Begitu juga dengan BNI. Direktur Human Capital & Compliance BNI Mucharom mengatakan pada tahun depan, BNI masih berupaya untuk memberikan imbal hasil yang optimal bagi pemegang sahamnya. Untuk itu, tebaran dividen untuk tahun buku 2023 pun diperkirakan masih tebal.
“Tingginya rasio kecukupan permodalan juga memberikan BNI kemampuan untuk memenuhi kebutuhan ekspansi bisnis dan investasi BNI Group, serta ruang untuk pembagian dividen yang atraktif,” kata Mucharom dalam Public Expose.
Dividen Interim BBCA
Sementara itu, bank jumbo lainnya yakni BBCA menjadi salah satu perusahaan yang dikenal royal membagikan keuntungan kepada para pemegang saham dalam bentuk dividen. Rekam jejak itu membuat saham BBCA menjadi salah satu anggota indeks IDX High Dividend 20.
BCA biasanya membagikan dividen sebanyak dua kali untuk satu periode tahun buku keuangan sejak 2004. Pertama, perseroan membagikan dalam bentuk dividen interim yang biasanya diumumkan pada rentang September hingga Desember. Kedua, BBCA membagikan dividen final yang diputuskan melalui rapat umum pemegang saham tahunan.
Untuk dividen interim, BBCA telah membagikannya kepada pemegang saham dengan nilai Rp42,5 per saham atau setara Rp5,23 triliun pada Desember 2023.
Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim mengatakan BBCA pun mencatatkan tren peningkatan dividend per share kepada pemegang sahamnya. Tercatat, dividend per share BBCA untuk tahun buku 2022 sebesar Rp205, apabila dibandingkan dengan sebelum Covid-19, dividend per share tahun buku 2018 senilai Rp68. Hal ini menunjukkan compounded annual growth rate (CAGR) dalam empat tahun mencapai 32%.
"Jadi luar biasa 32%, kalau yang selalu menerima dividen dari tahun 2018 dengan sekarang, lumayan investasi di mana bisa mencapai 32%," katanya dalam Public Expose bulan lalu.
Lebih lanjut, dirinya memaparkan dari sisi return on equity (ROE) BBCA juga terus mengalami peningkatan yang positif. Per September 2023 ROE di level 23,5%, meningkat dibandingkan sebelum Covid-19 di level 18%.
“Artinya apa? Setiap Rp1 yang ditanamkan BCA return-nya 23,5% dalam sembilan bulan. Bila dibandingkan deposito ya sedikit. Mau cari di mana yang seperti ini?,” ujarnya.
Aturan Baru OJK soal Dividen Bank
Pada tahun buku 2022, rata-rata bank jumbo telah menebar dividen dengan rasio di atas 50%. BRI menjadi bank dengan rasio tebaran dividen tertinggi. BRI membagikan dividen tunai senilai Rp43,5 triliun, mencapai 85% dari total laba bersih tahun lalu.
Apabila berkaca dalam lima tahun terakhir, tebaran dividen BRI terus mencatatkan peningkatan rasio. Dibandingkan dengan rasio dividen pada 2018, yakni sebesar 49%, maka terjadi peningkatan rasio tebaran dividen 36 basis poin (bps) di BRI hingga mencapai 85% pada tahun buku 2022.
BBCA membagikan dividen tunai sebesar Rp25,3 triliun pada tahun buku 2022 dengan rasio 62,1%. BCA pun mengalami peningkatan rasio dividen mereka dalam lima tahun terakhir. Pada 2018, bank menetapkan rasio dividen 32%, naik jadi 62,1% pada tahun buku 2022.
Kemudian, BMRI menetapkan pembagian dividen tunai sebesar Rp24,7 triliun atau 60% dari total laba bersih perseroan tahun buku 2022. Dibandingkan bank jumbo lainnya, BMRI menerapkan rasio dividen yang relatif tidak berubah sepanjang lima tahun terakhir di angka 60%.
Hanya BBNI yang menebar dividen dengan rasio di bawah 50%. Untuk tahun buku 2022, bank telah menebar dividen Rp7,3 triliun atau 40% dari total laba bersih. Namun, BNI tetap mengalami peningkatan pesat rasio dividennya pada tahun buku 2022 menjadi sebesar 40% dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 24%.
Namun, seiring dengan tebaran dividen bank-bank jumbo itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum yang di antaranya mengatur mengenai tebaran dividen emiten perbankan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan OJK menerbitan aturan baru itu mengingat tata kelola merupakan hal yang sangat fundamental dalam kegiatan usaha suatu bank.
“Melalui POJK ini, kami ingin tekankan kembali kepada pemegang saham pengendali selaku pemilik atau pengendali bank, agar tidak melakukan berbagai tindakan yang tidak proper antara lain penerbitan kebijakan, pengambilan keputusan, ataupun tindakan lain terhadap bank yang tidak sesuai, bertentangan/melanggar ketentuan OJK dan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan," kata Dian dalam keterangan tertulis.
Sementara itu, dalam POJK baru terdapat ketentuan mengenai tebaran dividen bank. Pada Pasal 108 dijelaskan bahwa bank wajib memiliki kebijakan dividen dan mengomunikasikan kebijakan dividen kepada pemegang saham.
Kebijakan dividen tersebut paling sedikit memuat poin-poin ini
1. Pertimbangan bank dalam pembagian dividen.
2. Besaran dividen yang diberikan.
3. Mekanisme persetujuan usulan pembagian
dividen
4. Periode pengkinian kebijakan dividen.
Kebijakan dividen juga dapat memuat
1. Kewenangan Bank untuk mengusulkan kepada rapat umum pemegang saham (RUPS) terkait penundaan pembayaran dividen.
2. Menghentikan pembayaran dividen yang telah disetujui.
3. Menghentikan pembayaran dividen yang diangsur atau menghentikan pembayaran dividen secara bertahap.
4. Menarik kembali pembayaran dividen kepada pemegang saham pengendali, dalam hal bank mengalami permasalahan kondisi keuangan.
Pada pasal 108 juga dijelaskan bahwa rencana pembagian dividen didasarkan atas pemenuhan hak pemegang saham dengan mengutamakan kepentingan bank dan dicantumkan dalam rencana bisnis bank.
Kemudian, dalam penetapan pembagian dividen kepada pemegang saham, bank wajib mendasarkan atas berbagai pertimbangan dari aspek eksternal dan internal. Lalu, perhitungan dividen wajib didasarkan atas kinerja profitabilitas yang dihasilkan bank dengan wajar.
Selain itu, terdapat wewenang OJK untuk menginstruksikan dan/atau memerintahkan bank untuk menunda, membatasi, dan/atau melarang pembagian dividen bank; dan/atau menyelenggarakan RUPS pembatalan terkait pembagian dividen bank.
Kewenangan OJK dilakukan dengan mempertimbangkan aspek eksternal dan internal, kondisi bank dalam upaya penguatan permodalan bank, dan/atau penanganan permasalahan bank.