Aturan Baru OJK soal Dividen Bank
Pada tahun buku 2022, rata-rata bank jumbo telah menebar dividen dengan rasio di atas 50%. BRI menjadi bank dengan rasio tebaran dividen tertinggi. BRI membagikan dividen tunai senilai Rp43,5 triliun, mencapai 85% dari total laba bersih tahun lalu.
Apabila berkaca dalam lima tahun terakhir, tebaran dividen BRI terus mencatatkan peningkatan rasio. Dibandingkan dengan rasio dividen pada 2018, yakni sebesar 49%, maka terjadi peningkatan rasio tebaran dividen 36 basis poin (bps) di BRI hingga mencapai 85% pada tahun buku 2022.
BBCA membagikan dividen tunai sebesar Rp25,3 triliun pada tahun buku 2022 dengan rasio 62,1%. BCA pun mengalami peningkatan rasio dividen mereka dalam lima tahun terakhir. Pada 2018, bank menetapkan rasio dividen 32%, naik jadi 62,1% pada tahun buku 2022.
Kemudian, BMRI menetapkan pembagian dividen tunai sebesar Rp24,7 triliun atau 60% dari total laba bersih perseroan tahun buku 2022. Dibandingkan bank jumbo lainnya, BMRI menerapkan rasio dividen yang relatif tidak berubah sepanjang lima tahun terakhir di angka 60%.
Hanya BBNI yang menebar dividen dengan rasio di bawah 50%. Untuk tahun buku 2022, bank telah menebar dividen Rp7,3 triliun atau 40% dari total laba bersih. Namun, BNI tetap mengalami peningkatan pesat rasio dividennya pada tahun buku 2022 menjadi sebesar 40% dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 24%.
Namun, seiring dengan tebaran dividen bank-bank jumbo itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum yang di antaranya mengatur mengenai tebaran dividen emiten perbankan.
Baca Juga
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan OJK menerbitan aturan baru itu mengingat tata kelola merupakan hal yang sangat fundamental dalam kegiatan usaha suatu bank.
“Melalui POJK ini, kami ingin tekankan kembali kepada pemegang saham pengendali selaku pemilik atau pengendali bank, agar tidak melakukan berbagai tindakan yang tidak proper antara lain penerbitan kebijakan, pengambilan keputusan, ataupun tindakan lain terhadap bank yang tidak sesuai, bertentangan/melanggar ketentuan OJK dan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan," kata Dian dalam keterangan tertulis.
Sementara itu, dalam POJK baru terdapat ketentuan mengenai tebaran dividen bank. Pada Pasal 108 dijelaskan bahwa bank wajib memiliki kebijakan dividen dan mengomunikasikan kebijakan dividen kepada pemegang saham.
Kebijakan dividen tersebut paling sedikit memuat poin-poin ini
1. Pertimbangan bank dalam pembagian dividen.
2. Besaran dividen yang diberikan.
3. Mekanisme persetujuan usulan pembagian
dividen
4. Periode pengkinian kebijakan dividen.
Kebijakan dividen juga dapat memuat
1. Kewenangan Bank untuk mengusulkan kepada rapat umum pemegang saham (RUPS) terkait penundaan pembayaran dividen.
2. Menghentikan pembayaran dividen yang telah disetujui.
3. Menghentikan pembayaran dividen yang diangsur atau menghentikan pembayaran dividen secara bertahap.
4. Menarik kembali pembayaran dividen kepada pemegang saham pengendali, dalam hal bank mengalami permasalahan kondisi keuangan.
Pada pasal 108 juga dijelaskan bahwa rencana pembagian dividen didasarkan atas pemenuhan hak pemegang saham dengan mengutamakan kepentingan bank dan dicantumkan dalam rencana bisnis bank.
Kemudian, dalam penetapan pembagian dividen kepada pemegang saham, bank wajib mendasarkan atas berbagai pertimbangan dari aspek eksternal dan internal. Lalu, perhitungan dividen wajib didasarkan atas kinerja profitabilitas yang dihasilkan bank dengan wajar.
Selain itu, terdapat wewenang OJK untuk menginstruksikan dan/atau memerintahkan bank untuk menunda, membatasi, dan/atau melarang pembagian dividen bank; dan/atau menyelenggarakan RUPS pembatalan terkait pembagian dividen bank.
Kewenangan OJK dilakukan dengan mempertimbangkan aspek eksternal dan internal, kondisi bank dalam upaya penguatan permodalan bank, dan/atau penanganan permasalahan bank.