Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos OJK Sebut Pertumbuhan Kredit 2025 Bakal Melambat Jadi 8,9%, Ini Sebabnya

Pertumbuhan kredit perbankan diprediksi melambat menjadi 8,9% pada 2025, dipengaruhi oleh perubahan rencana bisnis bank dan kehati-hatian penyaluran kredit.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam konferensi pers agenda Launching Kampanye Nasional Waspada Penipuan dan Keuangan Digital, Jakarta Selatan, Selasa (19/8/2025). /Bisnis- Ni Luh Anggela
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam konferensi pers agenda Launching Kampanye Nasional Waspada Penipuan dan Keuangan Digital, Jakarta Selatan, Selasa (19/8/2025). /Bisnis- Ni Luh Anggela

Bisnis.com, JAKARTA -- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) Mahendra Siregar menyebut pertumbuhan kredit perbankan pada 2025 diperkirakan bakal melambat atau mengalami moderasi menjadi sebesar 8,99% year-on-year (yoy). 

Pada rapat bersama Komisi XI DPR, Jumat (22/8/2025), Mahendra menyebut perubahan pada proyeksi pertumbuhan kredit tahun ini disebabkan oleh sejumlah faktor sehingga mendorong perubahan rencana bisnis bank yang diajukan pada Agustus 2025.

"Dari segi kinerja tadi menyebabkan perubahan dalam rencana bisnis bank yang diajukan bulan Agustus ini, dari semula kredit diproyeksikan dapat mencapai di atas 10% dalam revisi renccana bisnis bank yang dilakukan bulan ini, disampaikan bahwa pertumbuhan kredit akan mencapai hampir 9%," terangnya di ruang rapat Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (22/8/2025).

Sementara itu, OJK turut memperkirakan pertumbuhan dana pihak ketiga atau DPK pada 2025 mencapai 9,95% yoy.

Sebagai perbandingan, jelas Mahendra, pertumbuhan kredit perbankan sampai dengan Juli 2025 baru mencapai 7,03%, sedangkan DPK 7%.

Mantan Wakil Menteri Luar Negeri itu menjelaskan, pertumbuhan kredit cenderung mengalami moderasi untuk semua segmen apabila dilihat dari data per Juli 2025. Misalnya, pertumbuhan kredit korporasi melambat pada Juli 2025 sebesar 9,6% yoy dari Juni 2025 sebesar 10,78% yoy.

Kemudian, kredit UMKM juga menunjukkan pertumbuhan yang rendah yakni di level 1,82% yoy. "Sekalipun demikian, risiko kredit terjaga untuk NPL [non-performing loan] 2,28%. Namun NPL untuk UMKM mencatatkan cukup tinggi sebesar 4,53%," ujarnya. 

Pertumbuhan Melambat

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menekankan pentingnya peningkatan penyaluran kredit perbankan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini menyusul perlambatan pertumbuhan kredit pada Juli 2025 yang tercatat sebesar 7,03% secara tahunan (year-on-year/YoY).

Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan capaian Juni 2025 sebesar 7,77% YoY. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan kredit perbankan masih perlu terus ditingkatkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Dari sisi penawaran, lanjut Perry, meskipun BI telah menempuh sejumlah langkah seperti penurunan suku bunga moneter, pelonggaran likuiditas, serta pemberian insentif kebijakan makroprudensial, perbankan dinilai masih cenderung berhati-hati dalam menyalurkan kredit.

“Hal ini antara lain tercermin dari standar penyaluran kredit (lending standard) yang meningkat,” kata Perry.

BI menegaskan akan terus mendorong agar perbankan lebih agresif menyalurkan pembiayaan, seiring strategi bauran kebijakan yang ditempuh untuk menjaga stabilitas sekaligus mempercepat akselerasi pertumbuhan ekonomi domestik.

BI juga menilai penurunan suku bunga kredit perbankan masih berjalan lambat. Pada Juli 2025, rata-rata suku bunga kredit perbankan tercatat sebesar 9,16%, relatif stagnan dibandingkan posisi bulan sebelumnya.

Perry menyampaikan bahwa tingkat suku bunga kredit masih perlu terus diturunkan agar dapat mendorong peningkatan penyaluran pembiayaan ke sektor riil. 

“Bank Indonesia memandang suku bunga kredit perbankan perlu terus menurun sehingga dapat mendorong peningkatan penyaluran kredit pembiayaan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi,” kata Perry.

Untuk mendukung hal tersebut, BI terus mengoptimalkan strategi Operasi Moneter Promoter. Strategi ini diarahkan guna memperkuat likuiditas di pasar uang dan perbankan, sehingga dapat menurunkan biaya dana serta mempercepat transmisi kebijakan moneter ke sektor perbankan dan perekonomian.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Editor : Edi Suwiknyo
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro