Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah secara resmi mengakhiri program restrukturisasi asuransi BUMN yang gagal bayar, PT Jiwasraya (persero) dengan mengalihkan polis ke IFG Life. Berakhirnya program ini ditandai dengan seremoni penyerahan polis IFG Life kepada nasabah Jiwasraya yang bersedia melakukan restrukturisasi.
“Nasabah yang ikut restrukturisasi 99,72 persen,” kata Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo di Jakarta, Jumat (29/12/2023).
Bersamaan dengan berakhirnya program restrukturisasi Jiwasraya ini, pemerintah juga mencairkan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp3 triliun.
Jumlah ini membuat uang negara yang dikucurkan untuk penyelesaian Jiwasraya per Desember 2023 mencapai Rp31,16 triliun. Uang pajak ini terdiri dari pencairan pada 2021 sebesar Rp20 triliun dan 2023 sebesar Rp3 triliun.
Baca Juga
Selanjutnya terdapat penguatan permodalan dari holding sebesar Rp6,7 triliun pada 2022 dan Rp1,46 triliun pada 2023 ini.
IFG Life juga disiapkan menerima penyertaan modal negara sebesar Rp3,56 triliun pada kuartal I/2024.
Dana PMN pada tahun 2024 ini berasal dari pencairan aset yang saat ini dikelola oleh Kejaksaan Agung.
“Setelah 4 tahun, maka restrukturisasi ini dapat berakhir hari ini dengan minim riak. Ini [restrukturisasi] model bail in dengan [fokus] menyelamatkan nasabahnya [melalui IFG Life],” ujar sosok yang akrab disapa Tiko itu.
Direktur Utama IFG sekaligus Ketua Tim Percepatan Restrukturisasi Hexana Tri Sasongko menuturkan skema penyelamatan nasabah Jiwasraya hingga dinyatakan berakhir hari ini, Jumat, 29 Desember 2023 merupakan solusi terbaik yang didapat pemerintah.
Tim restrukturisasi, kata dia, dengan melakukan perhitungan terbaik mampu memberikan 60% recovery kepada pemegang polis. Keputusan ini juga telah melewati pembahasan yang panjang di DPR RI selama 11 bulan.
Hexana menyebutkan restrukturisasi merupakan amanat dari regulasi OJK terhadap nasabah perusahaan asuransi yang sakit. Ini tertuang dalam POJK 71/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi.
“Kami yang pertama menggunakannya dan ini sudah ada payung hukumnya [POJK],” katanya lebih lanjut.
Peluang Susulan Bagi Nasabah Menolak Restrukturisasi
Sementara itu, meski program restrukturisasi Jiwasraya secara resmi sudah berakhir, pemerintah mengakui sebanyak 0,28% nasabah yang menolak masih akan diakomodir. Tiko menyebutkan, nasabah yang belum bersedia restrukturisasi dan masih tertinggal di Jiwasraya dapat mengajukan restrukturisasi susulan.
“Nilainya Rp180 miliar,” kata Tiko
Dia menjelaskan dari nilai manfaat yang menolak restrukturisasi ini setara dengan 980 pemegang polis.
Kasus Jiwasraya mengguncang sistem keuangan Indonesia setelah menyatakan gagal bayar pada 2019. Tiko mengungkapkan, permasalahan muncul akibat janji manfaat yang tidak seimbang dengan aset perusahaan. Jiwasraya sendiri diketahui telah defisit sejak 2006 lalu.
“Terdapat produk yang menawarkan kenaikan manfaat otomatis setiap tahunnya,” kata Tiko mencontohkan.
Permasalahan itu oleh direksi selanjutnya semakin rumit seiring dipasarkannya produk saving plan yang menjanjikan nilai manfaat pasti. Oleh direksi, persoalan ini kemudian ditambal dengan skema aset keuangan semu melalui bursa saham dengan harga yang digelembungkan. Akhirnya perusahaan mengalami gagal bayar dan diselesaikan pemerintah dengan melakukan transfer bisnis ke perusahaan baru yakni IFG Life.