Bisnis.com, JAKARTA -- Belakangan viral PP Muhammadiyah mengalihkan dana simpanan dan pembiayaan dari PT Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk. atau BSI ke bank syariah lainnya dengan alasan agar terciptanya persaingan sehat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun menyinggung kasus tersebut terkait dengan tidak sehatnya persaingan di industri perbankan syariah.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan pada dasarnya kasus penarikan dana nasabah di bank merupakan hal yang biasa. Adapun, yang terjadi di BSI dengan Muhammadiyah saat ini menurutnya hanyalah kesalah pahaman.
Dia juga mengatakan kasus tersebut menjadi sorotan karena BSI terlalu dominan. "Kalau hanya ada satu saja [bank syariah yang besar], yang terjadi adalah seperti sekarang, jadi sorotan. Padahal bank syariah tidak hanya BSI. Tapi karena size BSI besar sendiri, ini jadi persoalan," tutur Dian dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK pada Senin (10/6/2024).
Menurutnya, saat ini memang telah terjadi persaingan tidak sehat di industri perbankan syariah. Pangsa pasar perbankan syariah dikuasai oleh BSI.
Untuk itu, OJK mendorong agar lahir bank syariah besar lainnya pesaing BSI. "Kami dorong adanya bank syariah, dua atau tiga lagi yang besar yang comparable dengan BSI," jelas Dian.
Baca Juga
Dalam mendorong lahirnya bank syariah berskala besar, OJK misalnya menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (POJK UUS) pada tahun lalu.
Peraturan tersebut merupakan tindak lanjut dari Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) Pasal 68 mengenai ketentuan pemisahan UUS, konsolidasi, dan sanksi.
Mengacu Pasal 59 POJK UUS, bank yang memiliki UUS dengan nilai aset mencapai porsi 50% terhadap total nilai aset induknya dan/atau jumlah aset UUS paling sedikit Rp50 triliun wajib melakukan pemisahan UUS dengan tahapan tertentu. Pemisahan juga dilakukan dengan memperhatikan kinerja industri jasa keuangan yang efisien, sehat, dan berkelanjutan.
"Maka ada ketentuan spin off, sampai hari ini kebijakan masih berlaku. Kenapa? Karena konsolidasi harus terus dibunyikan, agar persaingan di bank syariah dapat berjalan," tutur Dian.
Berdasarkan data OJK, bank syariah di Indonesia berjumlah 33, terdiri atas 14 bank umum syariah (BUS) dan 19 unit UUS. Namun, dilihat dari asetnya, BSI mendominasi.
Total aset perbankan syariah di Indonesia pada kuartal I/2024 mencapai Rp870,22 triliun. Sementara, porsi aset BSI di pasar perbankan syariah mencapai 41,12% atau hampir separuh aset bank syariah di Indonesia milik BSI.
Raupan aset BSI pada kuartal I/2024 mencapai Rp357,9 triliun, jauh di atas raupan aset bank-bank syariah lainnya. PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. yang di posisi kedua bank syariah dengan aset terbesar saja, hanya memiliki aset Rp64,92 triliun pada kuartal I/2024.
Kemudian, UUS PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) atau CIMB Niaga Syariah memiliki aset Rp64,59 triliun. Lalu, UUS PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) atau BTN Syariah memiliki aset Rp54,84 triliun.
Apabila aset Bank Muamalat, CIMB Niaga Syariah, dan BTN Syariah itu digabung, tetap masih jauh di bawah raupan aset BSI.
Proses Pemindahan Dana Muhammadiyah di BSI
Sebagaimana diketahui sebelumnya, beredar surat PP Muhammadiyah mengenai konsolidasi keuangan di lingkungan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) bertanggal 30 Mei 2024.
Dalam surat tersebut, terdapat permintaan rasionalisasi dana simpanan dan pembiayaan di BSI ke bank syariah lain, seperti PT Bank KB Bukopin Syariah, PT Bank Mega Syariah, Bank Muamalat, dan lainnya.
Mengenai alasan pengalihan dana, Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan bahwa PP Muhammadiyah memiliki komitmen yang tinggi untuk mendukung perbankan syariah. Oleh karena itu, pihaknya terus melakukan rasionalisasi dan konsolidasi terhadap masalah keuangannya.
“[Ini dilakukan] agar Muhammadiyah bisa berkontribusi bagi terciptanya persaingan yang sehat di antara perbankan syariah yang ada, terutama ketika dunia perbankan syariah tersebut berhubungan dengan Muhammadiyah,” ujarnya dalam keterangan tertulis, pekan lalu (5/6/2024).
Seiring dengan adanya surat edaran itu, proses pemindahan dana AUM Muhammadiyah sudah berjalan. Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) misalnya mulai memindahkan dana AUM dari BSI mengikuti instruksi PP Muhammadiyah.
Ketua PW Muhammadiyah NTB, Falahuddin menjelaskan pemindahan dana dari BSI ke bank Syariah lain mulai dilakukan secara bertahap. Meski demikian, PWM NTB tidak menjelaskan secara detail nominal dan ke Bank mana dipindahkan.
"Kami sudah eksekusi [penarikan dana] dari BSI secara bertahap," jelas Falahudin saat dikonfirmasi, Senin (10/6/2024).
Proses pemindahan dana Amal Usaha yang disimpan Muhammadiyah, menurut Falahudin, tetap memperhatikan Perjanjian Kerjasama (PKS) dengan BSI. Dia mengatakan dana yang sudah terikat PKS tidak dipindahkan ke Bank lain agar tidak melanggar PKS yang sudah disepakati.