Bisnis.com, JAKARTA -- Aturan hapus buku hapus tagih kredit macet usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sedang disiapkan pemerintah serta otoritas. Lantas, bagaimana kondisi hapus buku hapus tagih kredit macet UMKM di perbankan, mulai dari BRI (BBRI) hingga Bank Mandiri (BMRI) sejauh ini?
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Edina Rae mengatakan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait hapus tagih UMKM masih dalam penyusunan. Adapun, pembahasan terkait RPP ini sudah didiskusikan dalam rapat bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
“Format aturan sudah jelas, tinggal bagaimana nanti mungkin legal drafting secara detailnya aja sebetulnya. Nanti, tergantung nanti Bapak Presiden apakah mau menandatangani lebih cepat atau tidak, itu terserah pemerintah,” ujarnya usai agenda Bisnis Indonesia Midyear Challenges 2024 beberapa waktu lalu.
Sebenarnya hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM telah wajar dilakukan oleh perbankan swasta pada umumnya.
Akan tetapi, dia mengatakan hal yang menjadi tantangan adalah ketika hapus buku hapus tagih diimplementasikan bank BUMN atau bank pelat merah.
“Ini kan masalahnya, Himbara [himpunan bank milik negara] itu kan milik pemerintah, [nah] itu kan ada komponen uang negara yang disisihkan, [misal] kekayaan negara yang disisihkan, [artinya] ini yang selalu menimbulkan situasi yang berat buat bank-bank BUMN,” ucapnya.
Alhasil, aturan itu dimaksudkan untuk merespons kesulitan bank BUMN atau bank miliki pemerintah dalam menjalankan hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM.
Khusus bagi bank BUMN, penghapus bukuan kredit macet UMKM bukan lagi menjadi kerugian keuangan negara, tetapi kerugian yang dapat dihapus bukukan dan diatur secara perundang-undangan.
Aturan itu dibuat seiring dengan kondisi kredit macet UMKM yang kian membengkak. Berdasarkan data OJK, rasio NPL UMKM mencapai level 4,27%, naik tipis dibandingkan bulan sebelumnya atau April 2024 di level 4,26%.
NPL UMKM juga membengkak cukup tinggi sepanjang tahun berjalan atau dibandingkan Desember 2023 yang masih di level 3,71%.
Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sarmuji mengatakan berakhirnya program restrukturisasi kredit Covid-19 pada Maret 2024 membawa konsekuensi bagi bank.
"Saya khawatir karena UMKM yang lahir atau diberikan kredit pada pandemi mendapatkan situasi sulit, mereka potensi gagalnya besar," ujarnya saat rapat dengar pendapat pada beberapa waktu lalu (8/7/2024).
Menurutnya, UMKM sulit membayar kredit karena situasi yang tidak bisa dikendalikan seperti dampak pandemi Covid-19. "Bukan karena kesengajaan tapi karena memang tidak bisa untuk lanjut, kalau tidak ada keputusan [dari bank] itu larut dan tidak pernah selesai," tuturnya.
Oleh karena itu, Komisi VI mengusulkan agar bank menjalankan kebijakan hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM.
"Dengan syarat yang sangat selektif, melalui verifikasi, terutama bagi nasabah yang nilai pinjamannya kecil, dari Rp25 juta, maksimal Rp50 juta," jelas Sarmuji.
Dia mengatakan harus ada kejelasan nasib UMKM yang memiliki tunggakan di bank. Sebab, dengan beban kredit macet di bank, UMKM tidak bisa menjalankan bisnisnya lagi.
"Sepanjang tanggungan merek tidak dibayar padahal gagal karena pandemi atau bencana, mereka [UMKM] tidak bisa lagi mencoba bisnis karena utang yang memang tidak bisa dibayar," kata Sarmuji.
Terlebih, menurutnya pihak bank sudah mempunyai cadangan yang kuat dalam menjalankan kebijakan hapus buku dan hapus tagih kredit macet.
Selanjutnya: Kondisi Hapus Buku di Bank Himbara...
Kondisi Hapus Buku di Bank Himbara
Seiring dengan penerbitan aturan tersebut, sejumlah bank mencatatkan peningkatan hapus buku kredit macet mereka pada semester I/2024. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) mencatatkan hapus buku kredit macet sebesar Rp10,8 triliun per Juni 2024.
Angak tersebut naik dibandingkan kuartal sebelumnya atau Maret 2024 sebesar Rp10,4 triliun.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan dalam mengatasi kredit macet, terutama segmen UMKM, BRI pun menjalankan upaya hapus buku.
"Di situlah cadangan berbicara. Sekarang [pencadangan] ada lebih dari dua kali lipat. Bagi write off [hapus buku], tetap ada penagihan," ujar Sunarso.
Kemudian, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) mencatatkan nilai hapus buku kredit macet sebesar Rp7,37 triliun per Juni 2024, naik dibandingkan Rp7,23 triliun per Juni 2023.
Di sisi lain, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) belum melaporkan kinerja keuangannya per semester I/2024.
Namun, mengacu laporan keuangan per kuartal I/2024, BNI mencatatkan nilai hapus buku kredit macet sebesar Rp3,92 triliun, naik dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya Rp2,7 triliun.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menekankan pentingnya persiapan matang dalam mengimplementasikan kebijakan hapus tagih terkait utang atau kredit.
"Harus hati-hati lah. Itu kan nanti ada moral hazard. Pasti ada, enggak gampang lah gitu,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Sementara, hapus buku sendiri telah dilakukan perseroan dan pihaknya menjamin tidak memberikan pengaruh bagi kinerja bank pelat merah tersebut.