Bisnis.com, JAKARTA – BPJS Ketenagakerjaan berharap efisiensi anggaran pemerintah tahun ini tidak berdampak pada penurunan jumlah peserta program BPJS Ketenagakerjaan.
Deputi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan Oni Marbun menjabarkan sampai dengan Desember 2024 jumlah peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan berjumlah 45,22 juta tenaga kerja, atau tumbuh 8,82% year on year (yoy) dibanding periode yang sama tahun lalu.
"Terhadap dampak efisiensi anggaran yang dilakukan kementerian/lembaga kami berharap tidak akan berdampak kepada penurunan jumlah peserta yang terlindungi sistem jaminan sosial (SJSN) ketenagakerjaan, dikarenakan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan merupakan hak konstitusional yang dimiliki setiap pekerja Indonesia," kata Oni kepada Bisnis, dikutip Jumat (14/2/2025).
Sesuai amanah yang diberikan, lanjutnya, BPJS Ketenagakerjaan akan terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada seluruh pekerja termasuk berkolaborasi dengan seluruh pihak baik kementerian/lembaga untuk memperluas perlindungan kepada seluruh pekerja, baik pekerja formal, pekerja informal, pekerja jasa konstruksi dan pekerja migran Indonesia (PMI).
Adapun sampai Desember 2024, BPJS Ketenagakerjaan telah membayarkan sebanyak 4,02 juta kasus klaim pengajuan manfaat dengan nominal total sebesar Rp57,12 triliun.
"Program Jaminan Hari Tua (JHT) menjadi program dengan jumlah nominal klaim tertinggi dengan persentase sekitar 83% dari total klaim yang ada," jelasnya.
Baca Juga
Sementara itu, dana kelolaan pada periode yang sama mencapai Rp791,65 triliun, dengan porsi terbesar ada pada program Jaminan Hari Tua (JHT) yakni sebanyak Rp489,23 triliun, Jaminan Pensiun (JP) Rp189,15 triliun, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) Rp67,31 triliun, Jaminan Kematian (JKM) Rp17,36 triliun, Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) Rp14,92 triliun dan dana badan BPJS Rp13,66 triliun.
Sebelumnya, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai efisiensi anggaran pemerintah bisa berimbas pada kepesertaan program BPJS Ketenagakerjaan, khususnya segmen peserta penerima upah dan jasa konstruksi. Timboel menilai pemangkasan belanja pemerintah ini pasti berkorelasi positif pada kondisi tenaga kerja.
"Ini pasti berkorelasi positif pada pengangguran. Semakin dipotong semakin banyak pengangguran. Misalnya Garuda, itu sebenarnya mengharapkan dari PNS, ASN yang berangkat-berangkat. Kalau dikurangi dia akan berkurang pendapatannya. Demikian dengan mengurangi pakai hotel dan seterusnya, karyawan hotel akan kena dampaknya. Karyawan-karyawan di percetakan juga misalnya, dengan ATK yang diefisiensi di pemerintah," kata Timboel.
Timboel merunut, apabila efisiensi belanja pemerintah berimbas pada PHK, peserta program BPJS Ketenagakerjaan pasti akan berkurang yang diikuti hilangnya penerimaan iuran. "Artinya pendapatan iuran berhenti, tapi [klaim] jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) meningkat," ujarnya.