Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pekerjaan (JKP) menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2025. Beleid ini diteken Prabowo pada 7 Februari 2025 dan diundangkan sekaligus efektif berlaku di hari yang sama.
Beberapa poin utama yang direvisi dalam ketentuan PP 6/2025 ini antara lain adalah manfaat JKP menjadi sebesar 60% dari upah pekerja yang dibayarkan flat dalam enam bulan, pekerja yang terdampak PHK karena perusahaan bangkrut dan tutup tetap berhak atas manfaat klaim JKP, hingga ketentuan pengajuan klaim JKP yang diperpanjang menjadi enam bulan setelah pekerja terdampak PHK.
Berikut adalah pokok-pokok perubahan yang tertuang dalam PP 6/2025;
1. Penghapusan ketentuan peserta JKN segmen PPU
Dalam beleid lama, dalam Pasal 4 mengatur bahwa peserta JKP harus memenuhi beberapa ketentuan yaitu mereka adalah pekerja/buruh yang bekerja pada usaha besar dan menengah diikutkan pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP) dan Jaminan Kematian (JKM). Sementara, bagi pekerja/buruh yang belerja pada usaha skala mikro dan usaha kecil boleh tidak diikutsertakan dalam program JP.
Dalam hal ini, peserta JKN di BPJS Kesehatan merupakan segmen Pekerja Penerima Upah (PPU) pada badan usaha.
Dalam PP 6/2025, ketentuan JKN dari segmen PPU ini dihapus sehingga peserta JKN dari segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri juga dapat terdaftar di program JKP.
Baca Juga
2. Iuran JKP Jadi 0,36%
Pasal 11 PP 37/2021 mengatur besaran iuran JKP adalah 0,46% dari upah pekerja. Komponen iuran tersebut terdiri dari 0,22% dibayarkan oleh pemerintah pusat, dan sisanya sebesar 0,46% dari sumber pendanaan JKP. Sumber pendanaan JKP tersebut terdiri dari 0,14% rekomposisi dari iuran program JKK dan 0,10 rekomposisi iuran program JKM.
Ketentuan tersebut selanjutnya diubah dalam PP 6/2025, di mana iuran JKP menjadi hanya 0,36%. Komposisinya adalah dari 0,22% dibayarkan pemerintah pusat dan 0,14% dari rekomposisi iuran JKK. Artinya, iuran JKP tidak lagi mengambil dari pemotongan iuran JKM sebesar 0,10%.
Asal tahu saja, ketentuan rekomposisi iuran JKM ini sebelumnya yang menjadi catatan BPJS Watch karena rasio klaim JKM meningkat, bahkan diproyeksikan tembus 100% pada 2026. Di sisi lain, iurannya terpangkas untuk komponen iuran JKP.
"Saat ini ketahanan dana JKM mengalami penurunan yang akan berdampak pada kemampuan membayar klaim JKM kepada ahli waris peserta," kata Koordinator Advokasi BPJS Wacth Timbeol Siregar kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
3. Syarat Bayar Iuran Berturut Lebih Panjang
Dalam beleid terbaru juga menghapus persyaratan peserta yang mengajukan klaim JKP wajib membayar iuran paling singkat enam bulan berturut-turut. Dalam aturan lama, Pasal 19 Ayat 3 mengatur bahwa manfaat JKP dapat diajukan setelah peserta memiliki masa iur paling sedikit 12 bulan dalam 24 bulan dan telah membayar iuran paling singkat 6 bulan berturut-turut pada BPJS Ketenagakerjaan sebelum terhadi PHK.
Dalam revisinya, ketentuan itu diubah menjadi "Manfaat JKP dapat diajukan setelah peserta memiliki masa iur paling sedikit 12 bulan pada BPJS Ketenagakerjaan dalam rentang waktu 24 bulan sebelum terjadi PHK".
4. Besaran Manfaat JKP 60% Flat
Dalam PP 6/2025 merevisi besaran manfaat uang tunai JKP menjadi 60%, flat, dari upah pekerja yang dibayarkan paling lama enam bulan. Dalam aturan main sebelumnya, manfaat JKP dibayar berjenjang yaitu 45% pada tiga bulan pertama dan 25% pada tiga bulan kedua.
Upah pekerja yang menjadi acuan tersebut masih sama, yakni ditetapkan bayas atas sebesar Rp5 juta. Artinya, upah Rp5 juta tersebut tetap menjadi acuan meskipun upah peserta berada di atas Rp5 juta.
Adapun manfaat JKP ini sebelumnya disampaikan Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di akhir periode Presiden Jokowi September 2024 lalu. BPJS Watch melihat hal ini dilakukan pemerintah sebagai respons dari kasus badai PHK yang melanda sepanjang 2024.
"Jadi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan keinginan pemerintah untuk menaikkan manfaat JKP guna mendukung kelas menengah agar tidak turun paska [oleh] PHK," tegas Timboel.
5. Kasus PHK karena Perusahaan Pailit
Dalam PP 6/2025 ditambahkan Pasal 39A. Ketentuan tersebut mengatur bahwa dalam hal perusahaa pailit atau tutup dan menunggak iuran paling lama selama enam bulan, manfaat JKP harus dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Ketentuan pembayaran manfaat JKP ini tidak menghapus kewajiban perusahaan untuk melunasi tunggakan iuran dan denda program jaminan sosial ketenagakerjaan.
6. Masa Pengajuan Klaim jadi 6 Bulan
Dalam aturan lama, peserta JKP yang mengajukan klaim diberikan waktu selama tiga bulan sejak terkena PHK. Bila tidak mengajukan dalam waktu tersebut, hak atas manfaat JKP menjadi hangus. Dalam PP 6/2025 periode tersebut diperpanjang menjadi enam bulan.
Sementara untuk syarat lain yang menjadikan hak atas manfaat JKP menjadi hilang tetap sama, yaitu peserta telah mendapatkan pekerjaan baru atau telah meninggal dunia.