Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penipuan Online Perbankan Masih Ditakuti Konsumen

Kaspersky Lab dan B2B International mengungkapkan, sebesar 71% masyarakat Indonesia masih khawatir terhadap penipuan online perbankan sejalan dengan tingginya ancaman siber terhadap organisasi keuangan dan point of sale terminals.
Internet/Ilustrasi
Internet/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Kaspersky Lab dan B2B International mengungkapkan, sebesar 71% masyarakat Indonesia masih khawatir terhadap penipuan online perbankan sejalan dengan tingginya ancaman siber terhadap organisasi keuangan dan point of sale terminals.

‎Vitaly Kamluk, Director of Global Research & Analysis Team Kaspersky Lab untuk APAC mengemukakan, dewasa ini ‎ancaman siber pada sektor keuangan dinilai semakin meningkat setiap tahun.

Menurutnya, spam, phishing dan malware berjenis trojan masih menjadi senjata andalan bagi penjahat siber untuk memperluas ancamannya pada sektor keuangan di Indonesia.

"Jadi pengguna harus lebih jeli terhadap halaman web palsu, e-mail tak terduga yang meminta informasi keuangan, serta mengamankan perangkat mobile jika ada transaksi di luar sepengetahuan mereka," tuturnya di Jakarta, Rabu (12/10/2016).

Berdasarkan Consumer Security Risks Survey 2016 tang dilakukan B2B International dan Kaspersky Lab disebutkan sebesar 71% dari responden di Indonesia masih merasa khawatir terhadap penipuan online perbankan. Sementara itu, sekitar 48% responden juga mengaku khawatir melakukan transaksi keuangan karena dinilai rentan dan rawan dibobol.

Data tersebut juga menyebut, sebesar 61% responden akan menggunakan pembayaran online lebih sering jika sudah memiliki perlindungan yang handal untuk transaksi keuangan.

Selanjutnya, sekitar 5% dari pengguna global telah kehilangan uang secara online sebagai akibat dari penipuan, dengan jumlah rata-rata kerugian mencapai US$ 476.

Ancaman

Kamluk juga mengatakan pola ancaman siber saat ini dinilai semakin bervariasi mulai dari penipuan secara online dan infeksi trojan khusus untuk perbankan yang dapat mempengaruhi PC, tablet dan smartphone hingga serangan terhadap organisasi keuangan, ATM dan point of sale terminals.

"Berdasarkan analisis statistik, kami melihat bahwa sektor keuangan di  Asia-Pasifik berkembang pesat, sehingga penjahat siber mengalihkan perhatian mereka demi mencari cara untuk mendapatkan keuntungan dari peluang tersebut," kata Kamluk.

Dia mengakui teknologi pada sektor perbankan dinilai sudah berkembang dengan sangat pesat, namun Kamluk berpandangan masih banyak individu yang sering lupa untuk mengadopsi keamanan pada saat organisasi melakukan upgrade teknologi yang tinggi.

"Kami percaya bahwa sangat penting untuk selalu mengingatkan prinsip-prinsip keamanan siber yang akan membantu mereka tetap aman," ujarnya.

Kamluk juga berpandangan malware berjenis trojan dewasa ini dianggap masih menjadi salah satu ancaman yang paling berbahaya bagi sektor perbankan.

Menurutnya, ancaman seringkali diinfeksi melalui website penipuan dan e-mail spam, setelah berhasil pelaku penjahat siber dapat leluasa mencuri informasi pribadi targetnya, seperti rincian rekening bank, password, atau informasi kartu pembayaran.

"Karena itu masyarakat tetap harus waspada dan lebih berhati-hati dalam mengamankan akun pribadi mereka," tukasnya.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper