Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) Sunarso membeberkan sederet tantangan usai Bank Indonesia (BI) telah memutuskan untuk menaikan suku bunga acuan atau BI Rate ke level 6,25%.
Keputusan menaikan suku bunga acuan diambil BI dalam agenda Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 23-24 April 2024. BI rate pun kini menyentuh level 6,25%, naik 25 basis poin (bps) setelah sebelumnya tertahan di level 6% sejak Oktober 2023.
Menurut Sunarso keputusan BI menaikan suku bunga acuan tepat, sebagai cara untuk mengendalikan nilai tukar rupiah serta inflasi. "Keputusan logis didasarkan pada analisis rasional. Maka di market [perbankan] juga ikuti rasionalitas itu," ujarnya dalam paparan kinerja BRI pada Kamis (25/4/2024).
Meski begitu, akan terdapat sejumlah dampak yang dirasakan perbankan dari kebijakan BI tersebut. "Dampaknya itu ya kita memikul beban. Ini dipikikul ramai-ramai, bank harus susah payah kendalikan likuiditas," katanya.
Menurutnya yang mesti dicermati saat naiknya suku bunga adalah likuiditas. Namun, saat ini BRI memiliki likuditas yang longgar tercermin dari loan to deposit ratio (LDR) di level 83,3% pada Maret 2024.
Kemampuan likuiditas bank didukung oleh raupan dana pihak ketiga (DPK) yang mencapai Rp1,416,21 triliun pada kuartal I/2024, tumbuh 12,8% yoy.
Baca Juga
Raupan DPK bank didominasi oleh dana murah atau current account saving account (CASA) sebesar Rp873,29 triliun, naik 7,8% yoy.
"BRI sebenarnya punya LDR yang memadai, jadi tidak ada isu likuiditas. Kami mampu tumbuhkan kredit lebih besar lagi karena LDR masih longgar," jelas Sunarso.
Dengan kondisi likuiditas yang memadai tersebut, BRI pun masih optimistis bisa mempertahankan pertumbuhan kredit di level dobel digit pada tahun ini, meskipun suku bunga acuan masih tinggi. Menurutnya, BRI akan waspada apabila LDR berada di atas 92%.
Adapun, BRI telah menyalurkan kredit pada kuartal I/2024 sebesar Rp1.308,65 triliun, tumbuh 10,89% yoy.