Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank-Bank Jumbo Pinjamkan Rp117,82 Triliun ke Sektor Batu Bara saat Krisis Iklim

Sebanyak 77,7% pinjaman ke sektor batu bara disalurkan oleh lima bank raksasa RI, dari Bank Mandiri, BRI, BNI, BCA, hingga Bank Permata.
Pembiayaan bank-bank global ke sektor batu bara menembus US$385 miliar dalam tiga tahun terakhir. US$7,2 miliar di antaranya merupakan pembiayaan di Indonesia. / Bloomberg
Pembiayaan bank-bank global ke sektor batu bara menembus US$385 miliar dalam tiga tahun terakhir. US$7,2 miliar di antaranya merupakan pembiayaan di Indonesia. / Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA — Perbankan Indonesia telah mengucurkan pinjaman hingga US$7,2 miliar atau setara Rp117,82 triliun (asumsi kurs Rp16.364 per US$) ke perusahaan batu bara sepanjang 2021—2024.

Laporan terbaru Koalisi #BersihkanBankmu menyebut lemahnya komitmen pemerintah mendorong transisi energi membuat sektor batu bara masih dianggap menguntungkan, sehingga lembaga keuangan terus mengalirkan dana untuk bisnis energi fosil.

Laporan itu mengungkap bahwa dari total pembiayaan sektor batu bara US$7,2 miliar, lima bank nasional menjadi pemberi pinjaman terbesar yang mencapai US$5,6 miliar atau sekitar 77,7% dari total pembiayaan batu bara.

Rinciannya, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) menjadi penyumbang terbesar dengan total pembiayaan sebesar US$3,2 Miliar. Kemudian, disusul oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) US$809,5 juta, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) US$719,6 juta, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) US$ 451 juta, dan PT Bank Permata Tbk. (BNLI) US$ 424 juta.

Penulis laporan yang juga peneliti Koalisi #BersihkanBankmu, Nabilla Gunawan, mengatakan bahwa ini didorong oleh kebijakan pemerintah yang tidak konsisten. Menurutnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengelompokkan pertambangan batu bara dan PLTU tanpa teknologi pengurangan emisi (unabated coal) sebagai aktivitas yang merusak lingkungan dan iklim.

Namun, di sisi lain, pemerintah masih mendorong penambahan kapasitas PLTU hingga 6,3 gigawatt (GW) sepanjang 2025—2034 melalui penerbitan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN terbaru. Tak hanya itu, nihilnya komitmen tegas untuk meninggalkan batu bara juga mendorong rencana tambahan 11 GW PLTU captive—pembangkit listrik berbasis batu bara yang terhubung langsung ke fasilitas industri hingga 2026.

Padahal, Presiden Prabowo Subianto telah menyatakan, Indonesia berencana untuk mencapai 100% penggunaan energi terbarukan dalam 10 tahun ke depan, bahkan lebih cepat dari target awal 2040 di Brasil awal Juli lalu.

“Inkonsistensi kebijakan ini membuat kelima bank besar tersebut belum memiliki kebijakan tegas untuk melarang pendanaan ke sektor-sektor ini. Akibatnya, mereka tetap secara aktif memfasilitasi investasi pada proyek yang membahayakan keberlanjutan lingkungan,” kata Nabilla melalui keterangan resmi dikutip pada Sabtu (2/8/2025).

Menurut Nabilla, pembiayaan sektor batu bara berisiko bagi bisnis perbankan ke depannya. Dia menilai bank yang terhubung dengan proyek bereputasi buruk, termasuk terkait iklim dan lingkungan, berpotensi kehilangan kepercayaan investor dan mitra bisnis.

Selain itu, permintaan batu bara global terus turun. Bahkan, ekspor batu bara Indonesia mencapai rekor terendah pada kuartal I/2025. Hal ini lantaran turunnya permintaan dari China dan India yang mulai mengurangi ketergantungan mereka terhadap batu bara.

Tak hanya itu, Bank Dunia juga memproyeksikan harga batu bara akan terus menurun hingga 2026. Sementara itu, proyek hilirisasi batu bara yang digencarkan pemerintah masih belum menunjukkan hasil signifikan akibat lemahnya kelayakan ekonomi, meskipun sudah ditetapkan sebagai sektor prioritas dalam program Danantara dan didukung insentif keuangan.

Untuk itu, kata Nabilla, Indonesia perlu mengadopsi kebijakan finansial berbasis sains dalam upaya mengikuti target Net Zero 2050. Dia mengatakan, perbankan Indonesia perlu menerapkan kebijakan coal exclusion untuk tidak mendanai proyek batu bara baru maupun ekspansi, termasuk pembangkit captive, sebagai bentuk mitigasi risiko keuangan terkait iklim.

"Selain itu, diperlukan target penurunan eksposur portofolio terhadap batu bara secara bertahap dan sejalan dengan jalur ilmiah menuju dekarbonisasi,” imbuh Nabilla.

Perbankan Perlu Dorong Energi Terbarukan

Senada, Managing Director Energy Shift Institute (ESI) Putra Adhiguna mengungkapkan bahwa pemerintah perlu menciptakan kondisi agar perbankan nasional mengucurkan pembiayaan ke sektor energi terbarukan. Salah satunya dengan memperbaiki perencanaan pengembangan energi hijau ini, yakni tidak hanya merilis rencana jangka panjang seperti RUPTL, tetapi juga memastikan adanya proyek-proyek energi terbarukan yang ditawarkan dalam jangka pendek.

“Asia Tenggara, termasuk Indonesia ini masih tertinggal investasinya [untuk energi terbarukan] dengan negara-negara lain. Indonesia perlu mulai membangun jembatan menuju masa depan seiring dunia berubah. Menciptakan peluang dan memanfaatkan kekayaan yang ada sangatlah penting, bukan hanya menunggu bantuan,” kata Putra.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, BPI Danantara selaku super holding bank-bank BUMN seharusnya melakukan uji kelayakan yang mengintegrasikan standar lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) untuk proyek-proyek yang akan didanai.

Hal ini menyusul masih adanya proyek fosil yang masuk daftar rencana investasinya. Apalagi, Danantara
bergabung dalam International Forum of Sovereign Wealth Fund (IFSWF) yang menerapkan Santiago Principles.

Prinsip ini bertujuan untuk memastikan bahwa SWF dikelola dengan transparansi, akuntabilitas, dan prinsip tata kelola yang baik, dengan tujuan untuk menjaga dan memaksimalkan nilai aset negara untuk jangka panjang.

“Dengan telah bergabung dengan IFSWF dan dana kelolaan yang besar seharusnya ada taksonomi berkelanjutan dan mempunyai tekanan yang tepat kepada BUMN untuk investasi dan pendanaan kepada energi terbarukan,” kata Bhima.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro