Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch mendorong BPJS Kesehatan melakukan konfirmasi data tagihan rumah sakit kepada peserta jaminan.
Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik Febri Hendri mengatakan, berdasarkan kajian dan investigasi yang dilakukan lembaganya tahun ini di 14 kota, pihaknya menemukan celah fraud yakni ketidaksesuaian antara jenis layanan kepada peserta dan jenis tagihan yang harus dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.
“Selama ini yang dilakukan BPJS adalah melakukan pengecekan dokumen semata tapi tidak melakukan konfirmasi kepada pasien atau peserta jaminan apakah tagihan dalam dokuemen itu sesuai dengan layanan yang diberikan,” ujarnya, Selasa (19/12/2017).
Praktik semacam ini menurutnya membuka peluang terjadinya fraud oleh rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Hal ini diperparah dengan temuan bahwa para peserta jaminan kesehatan sosial yang dirawat di rumah sakit juga tidak mendapatkan rincian layanan beserta biaya dari rumah sakit tersebut.
“Harusnya BPJS menggunakan layanan informasi teknologi untuk memberikan kesempatan kepada pasien mengecek jenis layanan yang mereka peroleh di fasilitas kesehatan. Jika ada layanan yang tidak sesuai dengan tagihan, pasien bisa melaporkan hal tersebut kepada BPJS,” lanjutnya.
KPK beserta Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan yang sejauh ini telah bekerja sama menyusun panduan pengawasan kecurangan tagihan jaminan kesehatan menurutnya harus didorong untuk menangkal kemungkinan fraud seperti ditemukan oleh ICW.
Baca Juga
“Kalau tidak ada ruang untuk konfirmasi ya celah itu masih tetap terbuka,” tambahnya.
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan satgas tersebut melakukan pendeteksian sebanyak 1 juta tagihan BPJS Kesehatan yang diduga fraud. Data itu akan dianalisis oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan dan dilanjutkan dengan melakukan verifikasi.
“Kiita lihat penyebabnya di lapangan kenapa terjadi fraud. Kalau memang tidak benar, tahun ini diberi peringatan dan sistemnya diperbaiki. Jadi 2017 ini satgas akan bekerja memperbaiki sistem dan melakukan uji coba dengan Itjen Kemenkes sistem yang nantinya di masa mendatang akan ditindaklanjuti oleh satuan pengendalian internal BPJS,” tuturnya.
Setelah sistem tersebut diperbaiki oleh satgas, lanjutnya, pada 2018 harus ada tindakan tegas terhadap para pelaku fraud tersebut. Setidaknya ada tiga bentuk penindakan yang bisa dilakukan yakni melakukan proses remidi atau perbaikan.
Penindakan ini lebih menyasar kepada perbaikan dan evaluasi sistem internal JKN, termasuk mengenai persoalan besaran pertanggungan, sehingga tidak memunculkan kesalahpahaman dari pihak rumah sakit.
“Langkah kedua yakni perdata. Artinya siapa yang klaimnya terbukti fraud, kita minta ditambahkan klausul denda. Jadi kalau ada rumah sakit yang klaimnya fiktif bakal didenda,” terangnya.
Sementara penindakan ketiga yakni mempidanakan pihak-pihak yang terbukti melakukan fraud sehingga merugikan negara. Nantinya satgas tersebut akan menggandeng pihak Kejaksaan Agung untuk menyosialisasikan langkah tegas ini.
Pada 2015 KPK telah melakukan kajian klaim BPJS Kesehatan dan mendapati ada 175.000 klaim yang berpotensi fraud dengan nilai tagihan mencapai Rp400-Rp500 miliar. Sementara tahun ini, paparnya, BPJS Kesehatan telah mendeteksi kemungkinan fraud mencapai 1 juta tagihan.
“Modusnya macam-macam misalnya biaya pengobatan ditagih ke pasien, juga ditagih ke BPJS. Lalu ada pasien yang seharusnya kode 1 dengan tagihan Rp5 juta tapi dimasukkan ke kode 11 dengan tagihan Rp15 juta.,” ungkapnya.
Dari hasil kajian itu, KPK melihat ada indikasi fraud yang dilakukan pihak rumah sakit serta pihak BPJS Kesehatan. Karena itu, KPK mendorong Kementerian Kesehatan sebagai regulator untuk melakukan analisis besar mengenai pola fraud.