JAKARTA: Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) meluncurkan pusat data kerugian eksternal perbankan.
Pusat data yang dinamakan Konsorsium Data Kerugian Eksternal (KDKE) difungsikan sebagai wadah untuk menghimpun seluruh data kerugian eksternal yang dialami oleh bank-bank nasional. Data tersebut kemudian digunakan kembali oleh bank sebagai bahan untuk melakukan pengelolaan dan mitigasi risiko operasional.
Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia (BI) Mulya Siregar menuturkan risiko operasional bisa terjadi karena faktor eksternal maupun internal, dan mengarah pada fraud atau penipuan.
"Kejadian-kejadian itu bisa menghilangkan kesempatan bank untuk mendapat keuntungan. Mitigasi risiko juga berkaitan dengan modal yang harus disiapkan bank," terangnya dalam acara peluncuran KDKE hari ini (Jumat 21/9/2012).
Menurut Mulya, ketersediaan data kerugian eksternal memungkinkan bank memenuhi persyaratan untuk menerapkan metode advance measurement approach (AMA) dalam perhitungan rasio kecukupan modal, sesuai dengan kerangka Basel II.
Sistem KDKE mengusung anonimitas, sehingga tiap bank tidak bisa mengetahui bank mana yang memasukkan data kerugian. Bank yang bisa mengakses data di KDKE pun hanya bank-bank yang sudah menjadi anggota.
Saat ini, baru 16 bank yang bergabung, yaitu BCA, Bank DKI, BPD Jateng, BTPN, BPD DIY, BNI, Bank Sahabat Sampoerna, Bank Nagari, BPD Jambi, BTN, Bank Sulselbar, BPD Kalteng, Bank Mandiri, Bank Jabar Banten, Bank Permata, dan Bank Bukopin.
Data akan mulai dimasukkan pada Januari 2013, dan dibuat per kasus.
Dalam pembuatan KDKE, LPPI menggandeng Risk Business, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang mitigasi risiko. CEO Risk Business Mike Finlay mengatakan Indonesia menjadi negara ke-12 yang memiliki sistem ini, dan merupakan yang pertama di ASEAN.
"Selama periode 2006-2010, bank-bank di Eropa mengalami kerugian sebesar €183 miliar akibat fraud. Sebesar €110 miliar karena penipuan eksternal dan sisanya internal," sebutnya. (sut)