Bisnis.com, JAKARTA – Tingkat suku bunga perbankan Tanah Air yang masih tinggi menjadi sorotan Bank Indonesia (BI). Bank sentral pun memandang bahwa suku bunga deposito dan kredit perbankan perlu diturunkan untuk mendorong peningkatan penyaluran kredit.
Gubernur BI Perry Warjiyo berujar meskipun suku bunga acuan BI Rate sempat dipangkas pada Januari 2025, perubahan cenderung terjadi pada suku bunga instrumen pasar uang seperti Sekuritas Rupiah BI (SRBI) hingga imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) yang menurun.
Sementara itu, suku bunga deposito tenor 1 bulan tercatat sebesar 4,83% pada April 2025, meningkat dari 4,81% pada awal Januari 2025. Demikian pula dengan suku bunga kredit perbankan yang sebesar 9,19% pada April 2025, relatif sama dengan 9,20% pada bulan pertama tahun ini.
Baca Juga : Bank Berlomba Gaet Nasabah Korporasi |
---|
“Ke depan, Bank Indonesia memandang suku bunga perlu diturunkan untuk mendorong peningkatan penyaluran kredit guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi,” tuturnya, Rabu (21/5/2025).
Di sisi lain, pertumbuhan kredit perbankan justru menurun ke level 8,88% secara tahunan (YoY) dari 9,16% YoY pada Maret 2025. Dana pihak ketiga (DPK) pun hanya bertumbuh 4,55% per April 2025, melambat dari 5,51% YoY dari Januari 2025.
Perry memandang perlunya perluasan pendanaan bagi bank di luar DPK. Tak hanya memangkas BI Rate 25 basis poin (bps) menjadi 5,50%, BI juga mendorong perluasan pendanaan bank melalui dua kebijakan, yaitu peningkatan rasio pendanaan luar negeri bank (RPLN) dan pelonggaran likuiditas melalui penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM).
RPLN ditingkatkan dari maksimum 30% menjadi 35% dari modal bank. Sementara itu, rasio PLM diturunkan dari 5% menjadi 4% untuk bank umum konvensional dengan fleksibilitas repo 4%, sedangkan untuk bank umum syariah diturunkan dari 3,5% menjadi 2,5% dengan fleksibilitas repo 2,5%.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kiri didampingi Deputi Gubernur Senior Destry Damayanti memberikan keterangan saat konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) di Jakarta, Rabu (19/3/2025). Bisnis/Arief Hermawan P
“Kami harapkan perbankan yang memenuhi persyaratan dan tetap menjaga prinsip kehati-hatian dapat mendiversifikasi sumber pendanaannya tidak hanya dari DPK, tetapi juga dari sumber pendanaan dari luar negeri, sehingga itu akan meningkatkan funding perbankan dan menyalurkan kredit,” tuturnya.
Dari sisi perbankan, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) meyakini bahwa kebijakan bank sentral ini mencerminkan keyakinan terhadap stabilitas perekonomian nasional, serta menjadi langkah strategis dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Lebih lagi, situasi perlambatan global dan tekanan eksternal masih membayangi.
Sebagai bank yang berfokus terhadap UMKM, Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi optimistis bahwa pelonggaran suku bunga akan memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi dunia usaha.
“Kami memandang bahwa kebijakan ini berpotensi menurunkan cost of fund [biaya dana] secara bertahap, meningkatkan minat pembiayaan, serta mendorong konsumsi dan investasi masyarakat,” kata Hendy dalam keterangannya, Kamis (22/5/2025).
Untuk menyesuaikan strategi penyaluran kredit secara selektif, BRI disebutnya secara konsisten mengedepankan prinsip kehati-hatian dan tata kelola perusahaan yang baik.
Sementara itu, Direktur Kepatuhan PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) Efdinal Alamsyah menyebut bahwa penurunan suku bunga acuan akan mendorong pelonggaran likuiditas perbankan. Ruang bagi bank untuk menurunkan biaya dana dan meningkatkan penyaluran kredit berpotensi lebih terbuka.
“Namun, bagi bank yang saat ini masih agresif bersaing memperebutkan dana pihak ketiga dengan suku bunga tinggi, tekanan likuiditas bisa tetap terasa dalam jangka pendek, terutama jika porsi dana murah [CASA] masih terbatas,” katanya kepada Bisnis, Rabu (21/5/2025).
Terkait kebijakan perluasan pendanaan dari BI, Efdinal memandang bahwa hal tersebut dapat mendorong transmisi penurunan suku bunga deposito dan bunga kredit perbankan. Namun, dia menyoroti adanya aspek perbedaan strategi setiap bank.
“Kecepatan penyesuaian [suku bunga deposito dan kredit] akan bervariasi tergantung pada struktur dana dan strategi masing-masing bank,” terangnya.
Setali tiga uang, Chief Economist PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) Leo Putera Rinaldy memandang adanya potensi penurunan suku bunga perbankan usai bank sentral memangkas BI Rate. Menurutnya, penurunan bunga dana akan terjadi lebih dulu diikuti oleh penurunan bunga kredit.
Dia menilai relaksasi kebijakan makroprudensial BI merupakan bentuk dukungan terhadap likuiditas perbankan, sekaligus merespons pelambatan kredit dan DPK. Dengan tingkat suku bunga acuan yang lebih rendah, Leo berekspektasi terhadap penurunan bunga SRBI dan imbal hasil SBN lebih lanjut.
“Kami memperkirakan SRBI-rate akan turun lebih lanjut dari posisi terakhir 6,47% [SRBI-rate 12 bulan]. Selain itu, pemangkasan BI rate dapat berpotensi menurunkan imbal hasil SBN, karena ekspektasi aliran dana asing dan potensi shifting dana dari SRBI yang jatuh tempo ke obligasi pemerintah,” jelas Leo dalam keterangannya.
Pendapat berbeda disampaikan oleh pengamat perbankan Moch. Amin Nurdin. Dia memandang kebijakan BI dapat memperbaiki kondisi likuiditas perbankan saat ini, tetapi tidak signifikan.
Pasalnya, kondisi likuiditas hingga akhir 2025 diperkirakan masih ketat imbas gejolak perang dagang global. Selain itu, di samping pendanaan bank yang bersaing ketat dengan instrumen lain di pasar, Amin juga menilai perang suku bunga antarbank masih terjadi dengan banyaknya program promosi.
“Sedangkan dampak terhadap pertumbuhan kredit juga tidak akan terlalu signifikan. Karena bank tidak akan serta-merta menurunkan tingkat suku bunga, dan perlu waktu untuk penyesuaian,” jelasnya.
Kendati demikian, dia memandang bahwa bank dapat terbantu dalam upaya meningkatkan kinerja fundamentalnya, seperti menjaga rasio margin bunga bersih (NIM). Harapannya, pertumbuhan lebih lanjut dari sisi portofolio kredit maupun likuiditas dapat tercapai.