BISNIS.COM, SEMARANG--Lembaga Penjamin Simpanan telah membuat rancangan metode sistim premi diferensial dengan kisaran premi sebesar 0,1%--0,35% per tahun dari dana pihak ketiga yang dikelola oleh masing-masing bank.
Salah seorang Eksekutif yang mengetahui hal tersebut mengatakan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah mengirimkan surat kepada beberapa bank mengenai metode sistim premi diferensial.
Dalam metode tersebut, lanjutnya, ada lima level premi yang akan dibayar bank sesuai dengan tingkat risiko masing-masing.
“Rangenya preminya 0,1%--0,35%. Tentunya bank yang risikonya jelek wajar membayar premi lebih mahal dari bank risiko lebih baik,” ujarnya kepada Bisnis, Sabtu (16/3/2013).
Salusra Satria, Direktur Penjaminan dan Manajemen Risiko LPS, mengaku belum bisa mengonfirmasi besaran rancangan premi tersebut karena masih ada tiga opsi dalam metode sistim premi diferensial.
Meski demikian dia mengakui kisaran tersebut merupakan salah satu dari tiga opsi metode yang sedang dikonsultasikan kepada perbankan.
“Belum bisa konfirmasi sekarang karena ada tiga opsi dan itu merupakan salah satu yang sedang kami konsultasikan ke teman perbankan sesuai undang-undang,” ujarnya kepada Bisnis seusai acara Tatap Muka LPS dengan Mahasiswa Universitas Diponegoro, Sabtu (17/3/2013).
Sementara itu, Kepala Eksekutif LPS Mirza Adityaswara, mengatakan rancangan besaran premi dalam metode sistim premi diferensial masih bisa berubah karena dalam tahap konsultasi.
Namun dia mengakui besaran premi yang baru nanti bisa lebih rendah maupun lebih tinggi dari premi flat saat ini, yakni 0,2% per tahun dari Dana Pihak Ketiga (DPK).
“Harapan kami bank bisa membayar premi lebih rendah karena sudah dikelola lebih baik dan ekonomi makro lebih baik. Akan tetapi apakah ada yang yang kena lebih tinggi dari 0,2%, mungkin saja ada. Mudah-mudahan minoritas,” ujarnya.
Sistim premi diferensial adalah amanat dari pasal 15 UU LPS yang membolehkan lembaga ini menetapkan tingkat premi yang berbeda antara satu bank dan bank yang lain berdasarkan risiko kegagalan bank.
UU tersebut memberikan keleluasaan untuk menetapkan premi berbeda, namun harus dikonsultasikan ke Dewan Perwakilan Rakyat dan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Meski demikian, UU tersebut menegaskan bila sistim premi diferensial ditetapkan, maka selisih antara premi terendah dan tertinggi tidak boleh melebihi 0,5%.
Selama ini LPS mengumpulkan premi yang sama dari seluruh perbankan, yakni 0,1% dari rata-rata simpanan bulanan perbankan.
Hal ini dinilai sebagian pihak tidak adil karena bank yang mengelola risiko lebih baik harus membayar sama dengan bank yang berisiko tinggi.
Mirza menambahkan pihaknya telah mengirimkan surat kepada seluruh bank dalam rangka konsultasi sistim premi diferensial.
Setelah konsultasi selesai, maka akan dilanjutkan permintaan masukan dari Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas).
Dia berharap masukan dari pelaku usaha dan perbanas dapat segera selesai dikaji dan selanjutnya akan dibawa ke DPR dalam rangka konsultasi.
Setelah itu, LPS akan membawa konsep sistim premi baru ini ke pemerintah untuk disahkan sebagai Peraturan Pemerintah.
“Setelah itu baru kami uji coba yang harapan bisa dilakukan pada 2014. Selesai uji coba maka akan diimplementasikan pada 2015,” ujarnya.
Salusra menambahkan proses penilaian tingkat risiko bank dalam sistim premi diferensial akan mengabungkan penilaian LPS berdasarkan analisa laporan keuangan bank.
Dan juga penilaian kualitatif dari lembaga pengawas bank, dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Nanti akan dibuat bobot dalam dua penilain tersebut, misalnya 70% untuk penilaian pengawas dan 30% untuk penilaian LPS. Kami harapkan penilaian LPS dan pengawas dapat sejalan,” ujarnya.