Bisnis.com, JAKARTA — Upaya pengetatan proses underwriting dinilai dapat berdampak lebih optimal bagi bisnis asuransi saat ini dibandingkan perluasan investasi ke berbagai instrumen.
Hal itu disampaikan oleh Plt. Head of Indonesia Financial Group Progress Ibrahim Kholilul Rohman. Dia menilai saat ini investasi yang dilakukan perusahaan asuransi cenderung stagnan atau tidak berkembang secara signifikan.
“Paling mentok-mentok masuknya ke SBN, SRBI, atau mungkin fixed income yang lain. Namun, celah untuk mendapatkan return yang tinggi itu memang agak terbatas di Indonesia,” ungkapnya di Graha CIMB Niaga, dikutip pada Jumat (1/8/2025).
Dia berkaca dari banyaknya perusahaan asuransi yang mengalami kegagalan dalam mengelola investasi. Akibatnya perusahaan berpotensi besar mengalami kolaps, bahkan bangkrut. Tidak hanya itu, dampak juga dirasakan oleh nasabah yang sulit mendapatkan hak proteksinya.
“Makanya memang sekarang sebenarnya yang harus ditekankan adalah bagaimana proses underwriting ini berjalan dengan baik sehingga tidak harus bertopang kepada hasil investasi,” paparnya.
Ibrahim mengatakan proses underwriting yang tepat mampu menjaga cadangan, investasi, atau aset perusahaan secara maksimal sehingga menekan kegagalan tata kelola dan manajemen.
Baca Juga
Berdasarkan data yang dihimpun lembaga riset IFG Progress, industri asuransi adalah salah satu investor yang cukup besar di pasar keuangan. Setidaknya 78% aset asuransi diinvestasikan di pasar modal. Lalu 19% kepemilikan SBN adalah industri asuransi dan dana pensiun.
Tercatat pada tahun 2024, total investasi sektor asuransi di pasar modal mencapai lebih dari Rp1,5 triliun dengan alokasi 63% obligasi, 12% pada saham, 11% deposito, 7% reksadana, dan sisanya pada instrumen investasi lainnya.