Bisnis.com, JAKARTA -- Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Riswinandi menyoroti masih lemahnya proses underwriting atau identifikasi dan seleksi risiko oleh perusahaan asuransi di Indonesia.
Kelemahan dalam menjalankan proses underwriting salah satunya ditunjukkan dengan adanya kondisi di mana risiko yang ditanggung oleh perusahaan asuransi tidak sebanding dengan premi yang dibayarkan oleh pemegang polis.
"Hal ini seringkali terjadi pada lini usaha tertentu yang tingkat kompetisinya cenderung lebih tinggi, seperti asuransi kendaraan bermotor dan asuransi kredit," ujar Riswinandi dalam sebuah webinar, Jumat (25/3/2022).
Menurutnya, intensitas persaingan usaha pada lini usaha asuransi umum tersebut kemudian memaksa perusahaan asuransi untuk bersaing dengan menetapkan premi yang lebih rendah dari kompetitiornya.
"Akibatnya apabila berlangsung secara terus-menerus kondisi ini akan dapat menggerus permodalan dari perusahaan asuransi," katanya.
Guna mengatasi kelemahan proses bisnis tersebut, kata Riswinandi, penyelenggaraan usaha perusahaan asuransi perlu didukung dengan keberadaan mekanisme internal control yang memadai. Untuk menciptakan mekanisme internal control yang dapat berjalan secara efektif dibutuhkan pemisahan yang jelas antara fungsi operasional dengan fungsi pengawasan.
Selain itu, sesuai dengan konsep enterprise risk management, mekanisme pengawasan internal perusahaan juga perlu dijalankan secara komprehensif dengan melibutkan fungsi opersional, manajemen risiko dan kepatuhan, dan fungsi audit, baik internal maupun eksternal.
"Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa industri asuransi sejatinya merupakan bagian dari sektor jasa keuangan yang bersifat capital intensive di mana dukungan permodalan mutlak dibutuhkan untuk mengisi kebutuhan organisasi dan sumber daya manusia, sehingga kegiatan dari usaha asuransi ini akan berjalan secara prudent dan efektif," tutur Riswinandi.