Bisnis.com, JAKARTA—Penempatan ekses likuiditas perbankan ke sejumlah instrumen termasuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) pada triwulan pertama tahun ini diperkirakan tidak akan sebesar 2013.
“Saya kira triwulan pertama 2014 ekses tidak akan sebanyak periode sebelumnya. Sampai saat ini pun tampaknya masih dalam koridor yang aman,” ujar Ekonom BTN Agustinus Prasetyantoko saat dihubungi, Rabu (12/2/2014).
Menurutnya, penempatan dana di Bank Indonesia tahun lalu tidak terlalu tinggi karena pasokan dana pihak ketiga (DPK) tidak terlalu deras. Dia meyakini kondisi semacam itu masih akan terjadi di awal 2014. Pertumbuhan DPK sangat tergantung pada kondisi pasar modal. Jika harga saham naik dan imbal hasil obligasi juga naik maka nasabah bakal memilih instrumen ini ketimbang ke bank.
“Kalaupun ke bank jelas mereka lebih menyukai deposito, tapi ini akan memicu cost of fund bank yang lebih tinggi yang tidak terlalu bagus untuk mereka,” katanya.
Sementara itu, Vera Eve Lim, Direktur Keuangan PT Bank Danamon Indonesia Tbk, mengatakan ekses likuiditas yang ditempatkan pada instrumen SBI pada 2013 mencapai Rp13 triliun, meningkat 34% dibandingkan dengan Rp9,7 triliun alokasi pada instrumen yang sama tahun sebelumnya.
"Arahnya akan selalu sesuai persyaratan giro wajib minimum yang ditetapkan oleh regulator," katanya.
Menurut laporan Survei Perbankan yang dirilis Bank Indonesia rata-rata biaya yang dikeluarkan bank atas dana nasabah yang ditempatkan alias cost of fund pada triwulan pertama 2014 diperkirakan mengalami kenaikan sebesar 128 bps menjadi 6,13%. Adapun biaya dana yang ditempatkan oleh perbankan untuk memperoleh pendapatan (cost of loanable) diperkirakan naik sebesar 18 bps menjadi 9,49%.
Menurut Agustinus, pelonggaran likuiditas bisa dilakukan jika kondisi nilai tukar dan pasar modal membaik. Perbankan, kata Agustinus, membutuhkan likuiditas untuk menopang penyaluran kredit yang justru cukup optimistis tahun ini.
Dia menyebutkan dari sejumlah survei perbankan nasional masih optimistis penyaluran kredit tahun ini dapat tumbuh di kisaran 19% atau lebih tinggi dari arahan regulator yang mentok di 18%. Sejumlah bank bahkan mematok target pertumbuhan penyaluran kredit di atas 20%.
“Arahan Bank Indonesia dilihat masih terlalu rendah, ekonomi masih memberi ruang untuk pertumbuhan apalagi produk domestik bruto kuartal IV/2013 tidak terlalu jeblok,” katanya.
Managing Director PT Bank OCBC NISP Tbk Hartati mengatakan penempatan pada instrumen SBI saat ini tercatat sebesar Rp10,5 triliun. Berdasarkan laporan kinerja keuangan 2013 diketahui penempatan pada efek-efek dan obligasi pemerintah oleh OCBC NISP naik hingga 99% dibandingkan 2012.
Pada 2012 penempatan OCBC NISP pada efek-efek dan obligasi pemerintah tercatat sebesar Rp8,1 triliun sedangkan pada 2013 melonjak menjadi Rp16,2 triliun. Adapun penempatan dana pada bank lain pada 2013 tercatat sebesar Rp5 triliun atau lebih rendah dibandingkan 2012 yang mencapai Rp5,4 triliun.
Oktober 2013 lalu OCBC NISP telah menggelar right issue sebesar Rp3,5 triliun untuk memperkuat struktur permodalan mereka. Dana tersebut akan digunakan untuk mengembangkan bisnis dan memperluas pertumbuhan usaha dalam bentuk pemberian kredit. Namun hingga akhir 2013 lalu baru Rp500 miliar yang digunakan.
“Kondisi likuiditas kami cukup baik, rasio secondary reserve kami mencapai 27% atau lebih tinggi 4% persen dari persyaratan Bank Indonesia,” tuturnya. (Farodillah Muqqodam)