Bisnis.com, TOKYO—Jepang diperkirakan mencatat defisit perdagangan pada Januari setelah pelemahan nilai tukar mata uang mendorong kenaikan biaya impor, sementara di waktu yang sama permintaan ekspor tercatat turun.
Defisit perdagangan Jepang diperkirakan akan membengkak menjadi 2,5 triliun yen atau setara dengan US$24,4 miliar. Hal ini sebagai bukti bahwa pelemahan yang terjadi pada yen tidak dapat meningkatkan ekspor karena produsen Jepang banyak yang telah mengeser produksi di luar negeri.
Catatan defisit perdagangan juga akan menunjukkan bahwa permintaan luar negeri mungkin tidak cukup kuat untuk mengimbangi dampat negatif dari rencana kenaikan pajak penjualan pada April mendatang.
“Defisit perdagangan mungkin tidak akan meluas lebih lanjut, tetapi perdagangan Jepang belakangan ini cenderung terus memburuk, sehingga Anda tidak dapat mengatakan hal ini akan menjadi lebih baik,” kata ekonom Mitsubishi UFJ Morgan Stanley Securities di Tokyo pada Jumat (14/2/2014).
Banyak kalangan di pemerintahan berharap jatuhnya nilai tukar mata uang akan meningkatkan ekspor. Namun nampaknya sebagian besar harapan itu telah gagal terwujud, karena perusahaan-perusahaan Jepang memproduksi lebih banyak barang di luar negeri.
Tumbuhnya tanda-tanda pelemahan di pasar negara berkembang juga telah meningkatkan perhatian bahwa memburuknya permintaan ekspor Jepang akan berjalan lebih lanjut.
Perekonomian mungkin akan berkembang hingga Maret karena konsumen secara bersamaan melakukan pembelian barang guna mengantisipasi kenaikan pajak penjualan pada April. (Reuters)