Bisnis.com, JAKARTA--Bank Indonesia menilai rupiah akan stabil dan tetap sesuai dengan fundamental, menyusul kepercayaan Singapura untuk menggunakan Jisdor (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate).
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung memprediksikan dengan adanya kesamaan rate antara Singapura dan Indonesia, maka kondisi rupiah ke depan akan lebih stabil dan hal tersebut akan berdampak positif terhadap nilai tukar.
Menurutnya, di Singapura ada spekulasi dan itu bisa membuat rupiah melemah, karena sebelumnya onshore dan offshore bisa berbeda. Namun ketika rate Singapura dan Jakarta sama, maka ini menjadi positif.
Analis Senior Departemen Pengelolaan Moneter BI Marwoto menuturkan Monetary Authority of Singapore (MAS) beserta ABS Benchmarks Administration Co Pte. Ltd. (ABS Co) dan The Singapore Foreign Exchange Markets Committee (SFEMC) mengundang BI di awal 2014 untuk menjelaskan Jisdor guna menentukan nilai tukar di pasar valuta asing.
Belakangan, katanya, ternyata MAS telah melakukan investigasi dan pada 2013 ditemukan beberapa bank yang telah melakukan manipulasi terhadap nilai tukar.
Marwoto mengungkapkan hasil investigasi MAS tersebut berujung pada penghentikan penerbitan benchmark tingkat harga spot USD/IDR, yang saat ini dikenal dengan "IDRVWAP lalu merekomendasikan Jisdor dan pemberian sanksi kepada bank terkait.
Menurutnya, penggunaan Jisdor sebagai referensi bisa meningkatkan kepercayaan pelaku pasar keuangan internasional guna mendorong proses pendalaman pasar keuangan domestik. Selain itu, transaksi di pasar keuangan internasional akan sejalan dengan perkembangan valas domestik.
“Investor akan mudah masuk ke Indonesia, karena rate yang ditentukan pasti tersentuh dan pasti tak lari kemana-mana dan itu akan memudahkan investor asing masuk untuk investasi,” katanya, Senin (24/2/2014)
Di sisi lain, BI belum melihat dampak dari apresiasi bila pada 28 Maret 2014 “Negeri Singa” menggunakan Jisdor sebagai acuan. Dia menilai BI mengetahui kondisi pasar domestik, baik dari pelaku dan masuk keluarnya pelaku pasar.
Sebelumnya kalangan investor ragu-ragu masuk ke pasar Indonesia, karena adanya perbedaan rate antara non deliverable forward (NDF) Singapura dan Indonesia. Namun, dengan pengakuan kredibilitas dan rate yang stabil, maka hal tersebut bisa memberikan sumbang yang besar untuk pertumbuhan ekonomi dan kestabilan moneter.