Bisnis.com, JAKARTA - Meskipun indeks literasi keuangan nasional masih rendah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ternyata tak memasang target pasti untuk menaikkannya.
Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Sri Rahayu Widodo mengatakan indeks literasi keuangan di Indonesia masih cukup rendah dibandingkan dengan negara lain di Asean.
"Di Singapura sudah 90%, Malaysia juga sudah tinggi, di Indonesia berdasarkan survei OJK 2013 baru 22%," ujarnya seusai peresmian kerja sama OJK dengan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. di Jakarta, Senin (24/2/2014).
Dari jumlah itu, katanya, yang menggunakan fasilitas dan produk jasa keuangan baru 57%. Menurutnya OJK akan menggandeng lebih banyak bank untuk menggelar program literasi keuangan.
Dia mengatakan fokus OJK saat ini adalah memperluas akses bagi masyarakat atas literasi keuangan. Tahun ini kalangan yang dituju adalah ibu rumah tangga dan pedagang.
Meski begitu dia mengaku OJK tidak memiliki target untuk menaikkan persentase tersebut hingga ke level tertentu. “Tentu di internal kami tetap ada ukuran yang managable, karena di Indonesia ada kendala demografi, perlu kolaborasi,” katanya.
Dia optimistis program itu dapat berjalan baik. Pasalnya setiap lembaga jasa keuangan diwajibkan melakukan program edukasi dalam setahun yang dicantumkan dalam rencana bisnis bank (RBB). Kewajiban tersebut tercantum dalam Peraturan OJK No.1/2013.
Sri Rahayu menyebutkan kewajiban tersebut diukur berdasarkan kondisi masing-masing lembaga jasa keuangan. Lembaga yang telah memiliki jumlah cabang cukup banyak, katanya, akan mendapat porsi lebih untuk menjalankan kewajiban tersebut.
Direktur Informasi dan Edukasi OJK Agus Sugiarto sebelumnya mengatakan pihaknya sudah memiliki strategi nasional literasi keuangan yang telah diluncurkan pada 19 November 2013. OJK sudah menyiapkan 100 program lebih untuk menunjang strategi yang akan dilaksanakan selama 5 tahun ke depan itu. OJK juga akan menggelar survei setiap 3 tahun untuk mengetahui perkembangan tingkat literasi keuangan.