Bisnis.com, JAKARTA—PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) berupaya menekan cost of fund dengan menyeimbangkan komposisi pendanaan dari dana nasabah dan pinjaman pihak lain.
Direktur Kepatuhan BTPN Anika Faisal mengatakan sumber dana dari pinjaman masih mungkin didapat. Meski begitu bank tetap harus mempertimbangkan biaya swap. Apalagi saat ini BPTN belum berstatus bank devisa. Mereka belum mendapatkan lisensi transaksi valuta asing.
“Bank jadi lebih punya opsi, apalagi Bank Indonesia sedang menggalakkan financial deepening, pasar swap bisa jadi lebih terbuka, likuiditas juga terbuka,” ujarnya di Jakarta, Senin (8/9/2014).
Belum lama ini BTPN mendapat pinjaman dari International Finance Corporation (IFC) dalam mata uang rupiah senilai ekuivalen US$200 juta. Perjanjian pemberian pinjaman tersebut telah ditandatangani pada 1 Agustus 2014.
Anika mengatakan pinjaman tersebut digunakan untuk modal kerja. “Itu revolving, dalam waktu dekat akan ada yang kami cairkan,” katanya.
Hal senada dikemukakan Direktur Utama BTPN Jerry Ng. Menurutnya pinjaman tersebut akan disalurkan lagi dalam bentuk kredit kepada nasabah. Hingga kini pihaknya masih fokus menyalurkan kredit ke segmen UKM. Meskipun begitu BTPN juga menjajaki peluang di berbagai segmen lain salah satunya agrikultur.
Hingga semester I/2014 BTPN membukukan laba bersih sebesar Rp996 miliar, turun 10% dibandingkan perode yang sama tahun lalu di mana perseoran mencatat laba bersih sebesar Rp1,1 triliun. Menurut BTPN penurunan itu dipengaruhi perlambatan ekonomi yang memengaruhi kinerja intermediasi.
Penyaluran kredit BTPN pada semester I/2014 tumbuh 15% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Perseroan hingga paruh pertama tahun ini menyalurkan kredit sebesar Rp50 triliun.
Adapun dana pihak ketiga (DPK) pada semester I/2014 tumbuh 10% menjadi Rp52,7 triliun. Kondisi kredit yang tumbuh lebih tinggi dari DPK menyebabkan loan to deposit ratio (LDR) BTPN berada pada level 95%.
Jerry Ng sebelumnya mengatakan pertumbuhan yang cukup moderat pada sisi kredit dan DPK, mendorong peningkatan aset BTPN sebesar 12% year on year dari Rp63,9 triliun menjadi Rp71,4 triliun pada 30 Juni 2014, dengan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio) sebesar 23,4%.