Bisnis.com, JAKARTA—Otoritas kesehatan harus bekerja keras untuk meningkatkan pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional agar memacu masyarakat untuk mengikuti program yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan (BPJS) Kesehatan tersebut.
Berdasarkan survei persepsi publik yang diselenggarakan PT Sucofindo, dari total 10.202 responden, hanya 1,4 % yang akan merekomendasikan rekannya untuk ikut BPJS Kesehatan atau menggunakan layanan kesehatan berjenjang.
M. Heru Riza Chakim, Direktur Komersil 1 Sucofindo, menjelaskan sebagai organisasi yang baru berumur satu tahun pada 1 Januari lalu, sebagian besar masyarakat telah mengetahui BPJS Kesehatan.
Survei mencatat persentase kepedulian (awareness) masyarakat mencapai 95%. Sayangnya tingginya pengenalan produk ini tidak diiringi dengan keterikatan untuk mengajak kerabat bergabung. Idealnya minimal 15% masyarakat merekomendasikan produk asuransi ini agar dikatakan berhasil dari kondisi saat ini 1,4%.
“Awareness [yang tinggi] saja tidak cukup, jadi orang [saat ini] tidak dalam posisi merekomendasikan [bergabung dengan BPJS Kesehatan]," imbuh Heru akhir pekan lalu di Jakarta.
Heru menjelaskan, BPJS Kesehatan baru dikenal sebatas berobat gratis, asuransi pemerintah atau premi murah. Agar layanan jaminan kesehatan ini lebih mendapatkan kepercayaan diperlukan upaya peningkatan pengetahuan para pengguna meliputi hak dan lingkup layanan jaminan.
Brand awareness yang diukur Sucofindo mencakup pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional, berikut sosialisasi yang diselenggarakan badan penyelenggara jaminan kesehatan tersebut.
Pengukuran diambil dari 10.202 responden yang mewakili 60% peserta dan 40% non peserta. Responden diambil dengan metodologi sampling dari perwakilan setiap kelompok masyarakat seperti pegawai negeri, TNI, dan masyarakat sipil. Narasumber dibagi berdasarkan 12 wilayah kerja BPJS Kesehatan.
Sementara itu, lembaga survei publik Myriad Research Comitted menemukan kepuasan peserta yang telah bergabung mencapai 81%.
Adapun, penyelenggara layanan kesehatan seperti kepala puskesmas, klinik dan rumah sakit hanya 78% yang menyatakan layanan BPJS Kesehatan sudah memuaskan.
Eva Yusuf, Direktur Reserch Myriad, menyatakan survei yang mereka lakukan mengambil sampel para peserta yang sudah menggunakan layanan ini paling sedikit terdaftar dalam 6 bulan terakhir dan sudah pernah menggunakan layanan.
Survei juga dibagi antara kepuasan peserta dan kepuasan rekanan fasilitas kesehatan dalam berinteraksi dengan BPJS Kesehatan.
Responden penelitian mencakup 17.280 responden masyarakat serta 1.170 pusat kesehatan. Penelitian diselenggarakan di 12 wilayah kerja BPJS Kesehatan dengan margin of error 1% dan tingkat kepercayaan hasil penelitian 99%.
Menurut Eva walau secara statistik pencapaian indeks kepuasan BPJS Kesehatan sudah di atas target pemerintah yang hanya 65% untuk fasilitas kesehatan dan 75% untuk pelayanan masyarakat, tetapi masih terdapat sejumlah keluhan dari asuransi yang ditargetkan melayani 168 juta orang pada akhir 2015 ini.
Keluhan yang ditangkap survei dari peserta, jelas Eva, melingkupi kurangnya kelengkapan peralatan medis, kualitas obat yang diberikan, kepastian mendapatkan pelayanan, dan empati para petugas BPJS dan tenaga kesehatan.
"Empati merupakan sumber kepuasan dan ketidakpuasan, untuk itu BPJS perlu meningkatkan kualitas personel terutama dalam kesungguhan, keramahan serta kesediaan menangani keluhan," imbuhnya.
Sedangkan keluhan dari penyelenggara fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan meliputi besaran penggantian biaya, pemahaman hak dan kewajiban, layanan untuk remote area, kemudahan klaim serta kemudahan untuk mengakses piket.
"Survei juga menangkap eks peserta Askes menganggap BPJS Kesehatan lebih buruk [dalam pelayanan]," imbuh Eva.
Kepala Grup Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Ikhsan, menyebut BPJS Kesehatan akan mencermati hasil survei itu untuk bahan evaluasi.
"Tidak semua rekomendasi akan dilaksanakan karena apa yang dipandang masih baik akan tetap dipertahankan," imbuhnya.