Bisnis.com, JAKARTA—PT Bank Bukopin Tbk. berniat meluncurkan uang elektronik untuk meraup dana mengendap dari produk tersebut.
Direktur Keuangan Bank Bukopin Tri Joko Prihanto mengatakan langkah perseroan masuk ke bisnis uang elektronik tersebut diambil untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan layanan elektronik perbankan. “Selain itu dana yang mengendap di emoney [uang elektronik] itu besar lah. Bayangkan kalau 1 orang punya Rp1 juta dan ada 1 juta nasabah. Kan itu uang mengendap dulu, baru dipakai,” jelas Tri kepada Bisnis, belum lama ini.
Tri menuturkan dana mengendap tersebut nantinya tidak akan dikenakan bunga. “Dan tidak diberi bunga, jadi untung dong,” kata dia.
Secara keseluruhan, Tri mengakui hingga kini porsi deposito di perseroan masih mendominasi dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun emiten berkode saham BBKP tersebut. Adapun, dari laporan keuangan publikasi BBKP, hingga Desember 2014, perseroan mencatatkan porsi deposito sebesar 61,54% dari total DPK atau senilai Rp37,79 triliun.
Sementara itu,dana murah (current account and saving account/CASA) yang dihimpun perseroan hingga akhir tahun lalu senilai Rp23,61 triliun atau menempati 38,45% dari keseluruhan DPK BBKP.
Direktur Utama Bank Bukopin Glen Glenardi mengatakan tahun ini perseroan membidik posisi CASA menempati 45% dari total DPK yang dihimpun. “Persoalannya bisnis masih lesu, sehingga orang simpan ke deposito. Tapi kami berharap CASA minimal 45%, harapannya dana dari giro tidak pindah ke deposito,” jelas Glen.
Marisa Wijayanto dan Suria Dharma, Analis Buana Capital mengatakan kebanyakan bank dengan rasio CASA yang rendah membuat net interest margin (NIM) bank tersebut kian tergerus. “Di sisi lain, 4 bank besar di Indonesia malah membukukan peningkatan NIM karena mampu mengerek rasio CASA,” tulis mereka dalam riset yang dipublikasikan belum lama ini.