Bisnis.com, JAKARTA— Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai kebutuhan lindung nilai (hedging) bagi pembiayaan syariah masih belum dibutuhkan.
Pasalnya, belum banyak multifinance syariah yang mendapatkan pinjamannya dari luar negeri. Apalagi, pangsa pasar pembiayaan syariah per Desember 2014 baru mencapai 5,3%.
“Keinginan ke arah sana ada, tetapi kami menunggu keputusan dari pihak perbankan syariah saja karena mereka [bank syariah] kebutuhannya memang sudah mendesak,” jelas Direktur Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Syariah OJK Muchlasin di Jakarta, seperti dikutip Bisnis.com, Senin (13/4).
Kendati demikian, pihaknya mendukung adanya fatwa syariah mengenai kebutuhan lindung nilai bagi pembiayaan syariah. Sebelumnya, Dewan Syariah Nasional (DSN) mengeluarkan fatwa heding untuk tiga jenis transaksi yakni transaksi hedging sederhana, kompleks, dan berbasis bursa komoditas syariah.
Dengan adanya fatwa tersebut, OJK berencana untuk segera merilis surat edaran guna menindaklanjuti fatwa yang diterbitkan DSN tersebut.
“Tahap pertama, OJK akan mengatur untuk perbankan syariah dulu. Besaran rasio hedging juga belum ditentukan. Selangkah di belakang, pembiayaan syariah akan menyusul,” tekannya.
Beberapa multifinance juga tercatat mendapatkan pinjaman dari The Islamic Corporation for The Private Sector (ICD) antara lain PT Mandala Finance Tbk, PT Intan Baruprana Finance Tbk (IBF), dan PT Al Ijarah Indonesia Finance.
Adapun, Mandala Finance mendapatkan pinjaman senilai US$10 juta dolar pada 2011, IBF US$10 juta pada tahun lalu, dan Al Ijarah Finance senilai US$8 juta pada 2009.
Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma’ruf Amin memprediksi kebutuhan pembiayaan berbentuk dolar AS bakal meningkat pada tahun ini. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh penyelenggaraan haji, rencana OJK untuk memangkas uang muka multifinance syariah, dan keterlibatan Islamic Development Bank (IDB).
“Ini merupakan bentuk dorongan dari pemerintah terhadap perkembangan industri keuangan syariah. Hedging syariah ini diperlukan untuk melindungi industri dari risiko pergerakan fluktuatif rupiah,” imbuhnya.
Mengutip data OJK, industri pembiayaan syariah menyalurkan piutang senilai Rp15,425 triliun, dengan rincian Rp15,422 triliun merupakan piutang murabahah, dan RP2,5 miliar adalah piutang hiwalah sepanjang Januari-Desember 2015. Sedangkan asetnya mencapai Rp20,052 triliun pada periode yang sama.