Bisnis.com, JAKARTA--Standard & Poor’s Ratings Services menilai industri perbankan nasional bakal menghadapi era normal yang baru di mana pertumbuhan bisnis bank bakal melambat, tapi berkelanjutan.
Director Financial Service Ratings Standard & Poor’s Ratings Services Ivan Tan memproyeksikan pada tahun ini pertumbuhan kredit perbankan nasional akan mengalami peningkatan di banding tahun lalu. Akibatnya, perebutan likuiditas masih akan ketat dan memicu biaya dana tetap tinggi meski telah dibatasi aturan pembatasan suku bunga simpanan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Ketegangan perebutan likuiditas masih akan tetap memanas, sedangkan kredit akan tumbuh moderat dan margin akan tergerus. Industri perbankan Indonesia akan memasuki era new normal di mana akan mengalami perlambatan tapi bertumbuh secara berkelanjutan,” tulis Ivan dalam risetnya yang dikutip Bisnis.com, Rabu (29/4/2015).
Ivan merinci kendati pertumbuhan kredit tahun ini masih di bawah rerata kenaikan pinjaman pada 2013. Namun, dia memproyeksi pada 2015 industri perbankan nasional bakal mencatatkan pertumbuhan kredit di posisi 13%-15% atau di atas catatan peningkatan pada 2014. Meningkatnya pertumbuhan kredit tersebut, lanjut dia, membuat likuiditas masih akan ketat.
Akibatnya, menurut Ivan, bagi bank dengan loan to deposit ratio (LDR) di ambang batas yang ditetapkan Bank Indonesia, bakal menghadapi pilihan sulit. “Bank akan ada di antara dua pilihan, antara memilih mengekang pertumbuhan kredit atau membayar penalti akibat melanggar batas aturan bank sentral,” jelas Ivan.
Dengan kondisi masih ketatnya likuiditas tersebut, Ivan memprediksi perlambatan pertumbuhan kredit akan berlangsung dalam 12-18 bulan mendatang. Namun, setelah itu bank bakal kembali memacu kredit mengingat industri ini menyesuaikan dengan target pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Belum lagi, lanjut Ivan, jika dibandingkan dengan kawasan regional lain, penetrasi kredit terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) di Indonesia masih rendah. Selain itu, bank juga menjadi tumpuan dana untuk proyek infrastruktur yang dicanangkan pemerintah.
“Sehingga perlambatan kredit tak akan berlangsung lama,” kata Ivan.
Dengan kondisi likuiditas ketat, lanjut Ivan, perbankan nasional juga bakal mencatatkan peningkatan kantor cabang pada tahun ini untuk menggapai masyarakat yang belum tersentuh dan belum bisa mengakses layanan bank.
Ke depannya, regulasi juga dinilai akan mengalami perubahan sebagai bentuk relaksasi atas ketatnya likuiditas. Kendati demikian, Ivan memaparkan rancangan perubahan regulasi seperti rasio LDR menjadi loan to funding ratio (LFR) yang memasukan komponen dana lainnya hanya akan memberikan relaksasi sementara.
Sementara itu, Analis Mandiri Sekuritas Tjandra Lienandjaja mengatakan marjin industri perbankan nasional pada kuartal I/2015 masih akan tergerus dipicu peningkatan rasio kredit bermasalah (non perforing loan/NPL) serta suku bunga deposito yang tinggi. Selain itu, tambah Tjandra, tergerusnya marjin bank juga disumbang perlambatan kredit pada 3 bulan pertama tahun ini.
“Meskipun pertumbuhan kredit industri perbankan dibukukan 12,2% y-o-y [year on year] pada Februari, tapi jika menyesuaikan dengan depresiasi rupiah maka pertumbuhan kredit hanya dibukukan 10,3% y-o-y,” jelas Tjandra dalam risetnya.
Tjandra menilai likuiditas tumbuh lebih baik di posisi 15,2% y-o-y. Meski demikian, NPL pun terpantau naik menjadi 2,43% pada Februari 2015 dari 2,37% di bulan sebelumnya.