Bisnis.com, JAKARTA--Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) meminta rencana relaksasi aturan loan to value (LTV) yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia diatur lebih besar dibandingkan LTV perbankan konvensional dengan selisih 10%.
Ketua Asbisindo yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Bank Syariah Mandiri Agus Sudiarto menuturkan pihaknya ingin supaya down payment bagi pembiayaan rumah di perbankan syariah lebih rendah dibandingkan perbankan konvensional.
"Angka aspirasi dari kami inginnya 10% [angka perbedaan LTV antara syariah dengan konvensional] dengan pertimbangan saat ini porsi pembiayaan rumah di bank syariah baru 6% dari total pembiayaan rumah perbankan," tuturnya kepada Bisnis, Minggu (31/5/2015).
Menurut Agus, dengan selisih pelonggaran LTV dengan bank konvensional sebesar 10%, atau sama dengan saat BI mengetatkan aturan LTV pada 2013, diharapkan dapat menjadi insentif atau pendorong bagi bank-bank syariah untuk memperbesar pembiayaannya.
Seperti diketahui, pada 2013 BI menetapkan aturan LTV untuk rumah dengan luas bangunan di atas 70 m2 sebesar 70% atau dengan uang muka sebesar 30%. Sementara untuk rumah kedua ditetapkan LTV sebesar 60%, rumah ketiga dan seterusnya sebesar 50%. Untuk tipe bangunan antara 22 m2 hingga 70 m2 ditetapkan LTV untuk pembiayaan rumah kedua sebesar 70% dan rumah ketiga dan seterusnya sebesar 60%.
Sementara itu, untuk perbankan syariah, pembiayaan KPR dengan akad ijarah muntahiya bit tamlik (IMBT) dan musyarakah mutanaqisah (MMQ) untuk KPR tipe 70m2 ke atas sebesar 80% untuk rumah pertama, 70% untuk rumah kedua dan rumah ketiga dan seterusnya sebesar 60%. Sedangkan untuk rumah tipe 22 m2 hingga tipe 70 m2 untuk rumah kedua sebear 80% dan rumah ketiga seterusnya sebesar 70%.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah mengatakan LTV KPR maupun KPA bagi perbankan konvensional akan dinaikkan sebesar 10%, sedangkan untuk perbankan syariah dinaikkan sebesar 5%. Namun, khusus skema pembiayaan syariah saat ini masih menunggu persetujuan dari OJK.
Nantinya, dalam aturan ini hanya berlaku bagi bank dengan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) gross untuk sektor perumahan di bawah 5%.
Adapun berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang diterbitkan OJK pada Maret 2015 nilai pembiayaan KPR yang disalurkan oleh bank umum mencapai Rp305,95 triliun atau meningkat 12,48% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year). Namun, pertumbuhan ini lebih kecil dibandingkan pertumbuhan kuartal I/2014 dibandingkan dengan kuartal I/2013 yang tumbuh 23,6%.