Bisnis.com, JAKARTA -- Sejumlah bank BUMN memproyeksi pertumbuhan laba bersih tahun ini akan lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu menyusul tren perlambatan pertumbuhan kredit.
Asmawi Syam, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, mengatakan perseroan tengah berhitung ulang terkait dengan target bisnis tahun ini. Dia mengimbuhkan BRI akan menurunkan target kredit menjadi sekitar 11%.
"[Laba] Kami lihat lagi, kalau kreditnya gak tumbuh, labanya dari mana?," ujar Asmawi seperti dikutip dari Harian Bisnis Indonesia, Senin (22/6/2015)/
Sebelumnya, BRI mematok target pertumbuhan kredit sebesar 15%-17% dan pertumbuhan laba sebesar 10%.
Sementara itu, pertumbuhan tahunan kredit dan laba bersih hingga April 2015 mengalami penurunan dibandingkan dengan Maret 2015.
Per April 2015, penyaluran kredit BRI tumbuh 8,2% menjadi Rp478,85 triliun (tidak diaudit), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan per Maret 2015 sebesar 9,4%. Adapun, perolehan laba turun 5,1% sedangkan per Maret 2015 masih tumbuh sebesar 3,5%.
Menurut Asmawi, di tengah situasi perlambatan ekonomi, perseroan juga tidak bisa mengandalkan pendapatan nonbunga untuk menopang perolehan laba. Dia menyebut, porsi pendapatan nonbunga terhadap total laba masih di bawah 10%. "Fee based kami baru 9%, tahun ini targetnya memang menjadi 10%," tukasnya.
Senada, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk juga mengestimasi penurunan target pertumbuhan kredit akan berdampak terhadap perolehan laba.
Achmad Baiquni, Direktur Utama BNI, mengatakan perseroan tengah menghitung kembali target pencapaian bisnis yang telah disusun. "Proyeksi laba sedang kami hitung, kami belum berani katakan," ujarnya.
Namun, Baiquni memastikan target perolehan laba juga akan terkoreksi karena target pertumbuhan kredit bank berlogo 46 itu juga dipangkas. Dia mengatakan, target pertumbuhan kredit sebesar 15%-17% akan diturunkan menjadi 13%-14%.
Per April 2015, penyaluran kredit BNI mencapai Rp253,96 triliun atau tumbuh 5,9% sedangkan perolehan laba bersih turun 1,47% menjadi Rp3,24 triliun.
Di sisi lain, Baiquni menyebut, perseroan tidak bisa menggenjot pertumbuhan fee based income untuk menjaga tingkat pendapatan. "Penurunan bunga karena ekspansi kredit yang melambat ini tidak bisa tercover oleh fee based income," ujarnya.