Bisnis.com, KLATEN — Potensi gaharu sebagai komoditas ekspor unggulan Indonesia menyimpan banyak ruang untuk eksplorasi lebih lanjut. Baik gaharu alami maupun budi daya, keduanya memiliki nilai ekonomi yang patut dikembangkan dengan prinsip keberlanjutan.
CV Gaharu Aneka Jaya yang berlokasi di Klaten, Jawa Tengah menjadi salah satu perusahaan yang telah berkiprah di industri pengolahan kayu gaharu selama belasan tahun. Perusahaan ini menjadi salah satu debitur Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank.
Apin Sugiatto selaku Pemilik CV Gaharu Aneka Jaya menceritakan bahwa dia merintis bisnisnya sejak 2011 dengan orientasi pasar dalam negeri. Seiring dengan ukuran perusahaan yang kian besar, barulah Gaharu Aneka Jaya bertransformasi menjadi eksportir pada 2017.
Basis pembeli utama perusahaan ini berasal dari kawasan Timur Tengah, terutama Arab Saudi. Selain itu, pertumbuhan buyer dari China juga terbilang pesat dengan portofolio yang kini menyentuh 10% dari keseluruhan pembeli produk ekspor Gaharu Aneka Jaya.
“Kalau kita ini malah justru permintaan dari sana, demand-nya dari sana yang besar itu yang menuntut bahwa kita memang harus produksi lebih kencang,” katanya saat ditemui Tim Bisnis Indonesia Jelajah Ekspor 2025 di kantornya, Senin (30/6/2025).
Menurutnya, pembeli dari kawasan Timur Tengah memiliki latar belakang kultural dalam menggunakan produk gaharu, terlebih untuk produk wewangian dan aromaterapi. Sebagian dari produk ini bersifat bahan baku untuk kemudian diolah sedemikian rupa menjadi barang bernilai tambah.
Di sisi lain, dia menyebut bahwa Indonesia merupakan produsen gaharu terbesar di dunia, mengungguli negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara. Hal ini menjadikan Indonesia memiliki peluang lebih besar untuk mengekspor produk gaharu secara berkesinambungan.
“Jadi seperti di kawasan Indochina itu ada juga gaharu di Thailand, Vietnam, Malaysia. Namun, volume kayunya tidak banyak, yang terbanyak ada di Indonesia,” terangnya.
Apin lantas menjelaskan bahwa sejumlah daerah menjadi penyuplai gaharu alami yang akan diolah perusahaan, terutama kawasan Papua. Kawasan Papua menyumbang sekitar 80% bahan baku gaharu alami, sedangkan 15% di antaranya berasal dari Sumatra dan sekitar 5% sisanya dari Kalimantan.
Sementara itu, suplai gaharu budi daya berasal dari sebagian daerah Sumatra dan Sulawesi. Dibandingkan dengan gaharu alami, porsinya jauh lebih sedikit alias berkisar pada rentang 15%–20% dari keseluruhan bahan baku yang dimanfaatkan perusahaan.
Mengingat keberadaan ratusan spesies pohon yang terbatas, Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) mengamanatkan perdagangan yang adil dan berkelanjutan, termasuk untuk gaharu alami.
Menurut penuturan Apin, hal ini berimplikasi terhadap kuota maksimal ekspor gaharu alami dari Indonesia yang sebesar 550 ton per tahun. Jumlah ini lantas dibagi pada tataran eksportir, tergantung ukuran dan kapabilitas produksi perusahaan seperti CV Gaharu Aneka Jaya.
“Nanti dari beberapa eksportir tersebut mendapat jatah berdasarkan size perusahaannya, kira-kira berapa persen mereka dapat [kuota ekspor gaharu alami],” jelasnya.
Prinsip keberlanjutan dari sisi lingkungan juga mencakup kebijakan penanaman ulang pohon gaharu sebagai bagian dari siklus produksi. Dia menyebut bahwa bibit gaharu budi daya sudah dapat dipanen dalam jangka waktu 5 hingga tujuh tahun, memastikan aspek keberlanjutan telah dijalankan perusahaan.
Pemberdayaan Masyarakat dan Rencana Ekspansi
Jumlah pegawai CV Gaharu Aneka Jaya saat ini berkisar 180 orang. Apin menjelaskan sekitar 80% hingga 90% di antaranya merupakan tenaga kerja dari kawasan sekitar perusahaannya berdiri.
Mengingat produksi yang memerlukan keterampilan terutama untuk produk kayu gaharu berbentuk chip, pihaknya juga memberdayakan masyarakat dari kelompok kerja di berbagai kota lain. Apabila ditotal, jumlah serapan tenaga kerja dapat mencapai ribuan orang.
“Ini artinya kita kelompokkan dari Malang, Blitar, Jepara itu mereka mengolah sebagian, nanti setelah jadi disetorkan ke kita. Karena dalam membuat chip ini perlu manpower yang sangat banyak,” imbuhnya.
Terkait dukungan dari LPEI, Apin menyebut bahwa pembiayaan terkait mulai berjalan sejak dua tahun terakhir. Suntikan dana tersebut digunakan untuk pembelian bahan baku dan perluasan kapasitas produksi dan ekspor.
Saat ini, CV Gaharu Aneka Jaya memiliki kapasitas produksi olahan kayu gaharu sekitar 25 ton per tahun. Harga kayu gaharu saat ini pun berkisar US$100 hingga US$500 per kilogram, menyesuaikan mutu dan kustomisasi produk yang diinginkan calon pembeli.
Pihaknya pun berencana mengembangkan kantor di Arab Saudi untuk meningkatkan kapasitas penjualan kepada pengguna langsung. Hal ini mencakup perluasan skema pemasaran, dari yang semula dominan business-to-business (B2B) menjadi business-to-consumer (B2C).
“Mudah-mudahan dengan adanya sarana ini, LPEI bisa memahami alur produksi, market kita dan lain sebagainya. Sehingga nanti support-nya bisa lebih maksimal lagi,” harap Apin.
Kepala Divisi Sekretariat Lembaga dan Hubungan Kelembagaan LPEI, Dyza Rochadi, menyampaikan bahwa selain berkomitmen dalam pembiayaan sektor UKM, Indonesia Eximbank juga menjalankan Penugasan Khusus dari Pemerintah untuk mendorong pelaku usaha menembus pasar negara-negara nontradisional seperti Kawasan Timur Tengah dan Afrika.
"Kami terus mendorong inisiatif produk dan komoditas Indonesia untuk menjangkau pasar-pasar baru yang potensial, sebagai bagian dari upaya memperkuat diplomasi ekonomi Indonesia," ujar Dyza.