Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

GWM Diturunkan, BI: Likuiditas Perbankan Bertambah Rp18 Triliun

Otoritas Moneter ini menyebut pelonggaran GWM Primer akan menambah likuiditas perbankan sehingga kapasitas bank dalam menyalurkan kredit dapat meningkat kurang lebih Rp18 triliun.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan November, Bank Indonesia tetap menahan suku bunga acuan atau BI Rate dilevel 7,5% dengan suku bunga Deposit Facility 5,50% dan Lending Facility pada level 8,00%.

Bank Indonesia juga memutuskan untuk melonggarkan kebijakan moneter dengan menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam rupiah dari sebelumnya 8,0% menjadi 7,50%. Pelonggaran tersebut berlaku efektif sejak 1 Desember 2015.

Otoritas Moneter ini menyebut pelonggaran GWM Primer akan menambah likuiditas perbankan sehingga kapasitas bank dalam menyalurkan kredit dapat meningkat kurang lebih senilai Rp18 triliun.

"Pelonggaran kebijakan moneter dengan penurunan GWM primer kurang lebih diharapkan bisa menambah kapasitas atau likuiditas perbankan sehingga bank salurkan kredit hingga Rp18 triliun. Dengan pelonggaran bank-bank bisa naikan kapasitas landing mereka," ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Gedung BI, Selasa (17/11/2015)

Pelonggaran kebijakan moneter melalui penurunan GWM ini sekaligus dapat memperkuat pelonggaran kebijakan markoprudensial yang dikeluarkan Bank Sentral sebelumnya yakni terkait pelonggaran loan to value (LTV) ratio.

"Ranahnya penurunan makroprudensial yakni penurunan down payment. Makanya kita sudah longgarkan kebijakan makroprudensial dan moneter," katanya.

Perry menambahkan saat ini dampak pelonggaran makroprucdnsial sudah dapat dilihat dari pertumbuhan kredit properti dan real estate yang tumbuh sebesar 20,6% per September.

Angka ini lebih tinggi dari pertumbuhan kredit industri perbankan secara keseluruhan yang sebesar 11%.

"Real estaste memang sudah meningkat. Untuk kredit konstruksi pada September sebesar 28,4%. Memang tidak semua peningkatan kredit konstruksi karena makroprudensial karena pada saat yang sama pengeluaran modal. Kredit konstruksi 28,4% ini didukung oleh kebijakan makroprudensial," tuturnya.

Menurutnya, pelonggaran kebijakan moneter saat ini sudah cukup positif mendukung penyaluran krdit pada sektor properti. Namun, yang belum mendukung sektor properti saat ini terkait Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang memang pertumbuhannya masih 7,3%.

Setelah Otoritas Moneter melakukan pelonggaran makro prudensial yang mendorong kredit properti, saat ini Bank Sentral melonggarkan kebijakan moneter dengan penurunan GWM primer.

"Kami berharap bisa nambah kapasitas bank salurkan kredit hingga Rp18 triliun," ucap Perry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper