Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyambut baik kebijakan Bank Indonesia dengan memberikan pelonggaran giro wajib minimum (GWM), termasuk UMKM.
Ketua Bidang UMKM Apindo Ronald Walla menyampaikan kebijakan ini diharapkan dapat mendorong pembiayaan perbankan ke sektor-sektor prioritas dalam perekonomian nasional.
“Kebijakan ini akan menambah fleksibilitas likuiditas. Perbankan diharapkan dapat memanfaatkannya untuk menyalurkan kredit dan turut menjaga stabilitas sistem keuangan,” kata Ronald kepada Bisnis, Rabu (27/3/2024).
Kendati demikian, dia menyebut bahwa UMKM masih menemui sejumlah tantangan diantaranya tingkat kapasitas kewirausahaan, informasi dan akses pasar, serta ekosistem kewirausahaan yang kurang terintegrasi untuk menjahit stakeholders. Selain itu, pendanaan untuk program serta banyak UMKM yang belum bankable.
“Banyak yang belum mengetahui pendanaan untuk apa, pendapatan perbulan tidak pasti sehingga pendanaan secara formal masih challenge,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurutnya pendanaan untuk pendampingan UKM, mentorship, serta KUR untuk aggregator menjadi penting untuk diadakan juga.
Baca Juga
Adapun Bank Indonesia akan memperkuat implementasi kebijakan makroprudensial bagi sektor perbankan, dengan mengoptimalkan insentif likuiditas yang tersedia serta memperluas cakupan sektor prioritas yang berkontribusi besar pada pembiayaan pertumbuhan ekonomi.
Insentif likuiditas, salah satunya diberikan dalam bentuk pelonggaran giro wajib minimum (GWM), sejalan dengan sasaran Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) yang telah disusun Bank Indonesia dengan target apat terpenuhi akhir tahun ini.
Terdapat tiga segmen utama yang terkait dengan pembiayaan makroprudensial tersebut. Pertama, pembiayaan langsung dan rantai pasok yang di antaranya mencakup kredit kepada UMKM dan kepemilikan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Kedua, pembiayaan tidak langsung yang mencakup penyaluran kredit melalui BPR/BPRS, pembiayaan melalui lembaga jasa keuangan lainnya, kerja sama pembiayaan dengan badan usaha maupun badan layanan umum.
Dan ketiga, pembelian surat berharga inklusif yang diterbitkan berbagai institusi terkait dengan pembiayaan berkelanjutan.