Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan berencana mengintegrasikan lini bisnis anjak piutang yang selama ini dikelola perusahaan pembiayaan dengan lembaga keuangan lain, seperti bank, asuransi dan reasuransi dalam bentuk kontrak treaty.
Dumoly F. Pardede, Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK II memperkirakan dengan adanya kontrak treaty, lini bisnis bisnis anjak piutang atau factoring bakal menanjak karena adanya jaminan dan pasar yang lebih jelas bagi perusahaan pembiayaan.
Di sisi lain, ketiga lembaga keuangan tersebut akan mendapatkan tambahan pendapatan melalui fee based income. Selain itu, dia mengatakan sinergi tersebut dapat menjadi salah satu solusi dari masalah likuiditas yang selama ini terjadi di perbankan dan perusahaan pembiayaan.
“Selama ini enggak ada kontrak itu [dalam bisnis anjak piutang]. Saat ini, kami baru akan bicarakan dengan perbankan, namun perusahaan pembiayaan dan asuransi telah mendukung hal ini,” ujarnya, seperti dikutip Bisnis, (28/12/2015).
Mekanismenya, dia menjelaskan Bank yang kekeringan likuiditas dapat menjual hak tagih (piutang) ke perusahaan pembiayaan yang memiliki cash berlebih. Dengan begitu, Bank memiliki cash baru dan perusahaan pembiayaan memiliki kewenangan untuk menagih.
Kemudian, agar tingkat pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF) terjaga, perusahaan pembiayaan dapat melakukan kontrak penjaminan piutang dengan perusahaan asuransi. Setelahnya, asuransi akan menghitung kapasitas yang bisa ditanggung, yang sisanya akan dilempar kepada perusahaan reasuransi.
“Dengan begitu linkage, semua akan mendapatkan bisnis. Termasuk, reasuransi akan makin besar,” ujarnya.
Dengan skema tersebut, Dumoly mengatakan produk kredit yang bisa disertakan dalam kontrak treaty adalah yang berbentuk agunan, seperti properti atau kendaraan.
Adapun, dia mengatakan skema integrasi tersebut dapat dituangkan dalam aturan Surat Edaran (SE). Namun, dia mengatakan masih perlu membahas lebih lanjut dengan pihak yang terkait.
Piutang pembiayaan anjak piutang baru mencapai Rp10,2 triliun atau 2,8% dari total piutang industri pembiayaan Rp364,06 triliun per Oktober 2015. Kendati demikian, pencapaian tersebut tercatat meningkat 14,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Dengan skema kontrak, Dumoly meyakini lini bisnis itu perlahan-lahan akan menjadi tumpuan bisnis pembiayaan. Seperti diketahui, dua lini bisnis pembiayaan utama, yaitu sewa guna usaha dan konsumen tengah tertekan sepanjang tahun ini.
Adapun, OJK memang tengah memperkuat sinergi antar lembaga keuangan, setelah sebelumnya menerbitkan roadmap Keuangan Syariah bersama Bank, IKNB dan Pasar Modal. Selain itu, pihaknya juga tengah memperkuat sinergi lain antara IKNB dengan pasar modal dengan memungkinkan pembiayaan jenis repo.