Bisnis.com, JAKARTA – Pelonggaran belanja pemerintah disebut akan menimbulkan efek domino terhadap pembiayaan alat berat industri multifinance.
Praktisi dan pengamat industri pembiayaan Jodjana Jody mengatakan meskipun industri multifinance akan terdorong oleh putaran ekonomi imbas belanja pemerintah, efeknya tidak akan langsung dirasakan oleh lini bisnis pembiayaan alat berat.
"Tidak serta merta pembiayaan naik di bulan sesudahnya. Biasanya, beberapa bulan ke depan akan ada pertumbuhan perlahan. Naiknya sektor alat berat, ini karena ada peluang hilirisasi tambang, serta pertanian, dan demand untuk alat berat juga membaik," kata Jody kepada Bisnis, Kamis (24/7/2025).
Adapun penyaluran pembiayaan alat berat oleh multifinance per Mei 2025 meningkat sebesar 10,72% YoY menjadi Rp47,61 triliun. Pertumbuhan ini meningkat dibanding pertumbuhan per Januari dan Maret 2025 yang masing-masing secara tahunan tumbuh 7,7% YoY dan 8% YoY.
Saat ini, sekitar 70% portofolio pembiayaan multifinance terkonsentrasi pada pembiayaan kendaraan bermotor. Masalahnya, industri otomotif sedang tertekan. Jody mencatat pasar otomotif roda empat terkoreksi 9,7% YoY pada semester 2025. "Banyak perusahaan pembiayaan shifting portofolio [ke pembiayan alat berat] juga dalam rangka menjaga pertumbuhan pembiayaan," ujarnya.
Tahun ini industri multifinance dihadapkan dengan tantangan efisiensi anggaran pemerintah. Melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, pemerintah merampingkan belanja APBN sebesar Rp306,69 triliun, yang terdiri dari Rp256,10 triliun anggaran belanja dari 99 kementerian/lembaga, dan efisiensi sebesar Rp50,59 triliun transfer ke daerah. Beleid yang diteken Presiden Prabowo tersebut ditetapkan dan berlaku mulai 22 Januari 2025.
Baca Juga
Selanjutnya, pada Maret 4 April 2025 Kementerian Keuangan mengumumkan pemerintah telah membuka blokir anggaran sebesar Rp86,6 triliun. Relaksasi anggaran tersebut terdiri dari Rp33,1 triliun dibuka blokirnya untuk 23 kementerian/lembaga baru hasil restrukturisasi Kabinet Merah Putih, dan sebesar Rp53,49 triliun untuk 76 kementeran/lembaga lainnya.
Dengan adanya katalis positif berupa pelonggaran blokir anggaran itu, Jody memproyeksi pertumbuhan pembiayaan secara total di industri multifinance akan berkisar di level 5-6%. Khusus pertumbuhan pembiayaan alat berat, menurutnya akan bisa lebih tinggi dari pertumbuhan secara agregat.
"Pertumbuhan sektor pembiayaan akan bervariasi. Tahun ini pertumbuhan akan lebih tinggi di pembiayaan dana tunai, serta modal kerja, termasuk alat berat. Jadi, kemungkinan akan lebih baik di semester II/2025 ini," tegasnya.
Jody melanjutkan, perangkat regulasi yang berlaku di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini sudah cukup baik mendukung pertumbuhan industri multifinance. Justru yang menurutnya akan menjadi tantangan adalah faktor eksternal seperti kebijakan tarif dari Amerika Serikat (AS).
"OJK sudah banyak membantu, dan rasanya untuk regulasi tidak ada isu. Yang mesti diperhatikan adalah export commodity mining, apakah masih akan baik pasca pengenaan pajak ekspor ke US. Ini parameter yang perlu diwaspadai," pungkasnya.