Bisnis.com, JAKARTA — Pembiayaan pensiun bagi aparatur sipil negara melalui skema manfaat pasti dinilai mendesak untuk segera ditinggalkan guna mengurangi beban APBN.
Iqbal Latanro, Direktur Utama PT Taspen (Persero), mengatakan sudah saatnya negara meninggalkan pola manfaat pasti pada pembiayaan pensiun aparatur sipil negara (ASN).
Hal itu diungkapkan terkait dengan kajian yang dilakukan pemerintah untuk mencari skema pembiayaan jaminan pensiun dan jaminan hari tua bagi ASN.
“Kita harus meninggalkan manfaat pasti, karena program hari tua dan pensiun akan membebani APBN ke depan,” jelasnya, pekan lalu.
Sebagai informasi, program pensiun dengan skema manfaat pasti mengandaikan besar manfaat yang telah ditetapkan dengan rumus tertentu di awal kesepakatan, dengan mempertimbangkan masa bekerja dan jabatan.
Dengan begitu, iuran merupakan hasil estimasi kebutuhan biaya untuk merealisasikan manfaat pensiun.
Sedangkan, besar manfaat pada progam pensiun iuran pasti berbanding lurus dengan iuran yang disetor dan hasil pengembangannya.
Menurut Iqbal, penggunaan skema manfaat pasti akan menimbulkan beban pada APBN berupa dana unfunded yang merupakan selisih perhitungan tabungan hari tua ASN dengan realisasi pungutan.
Taspen harus membayarkan manfaat tabunga hari tua (THT) pensiunan setiap bulan berdasarkan perhitungan gaji terakhir. Selisih ini yang kemudian menjadi unfunded yang ditagihkan ke pemerintah.
Tagihan unfunded muncul karena perubahan formula gaji ASN yang tidak sesuai dengan asumsi awal kenaikan gaji bagi pegawai. Selain itu, kenaikan gaji dan tunjangan pensiun melalui keputusan politik menjelang atau sesudah pemilihan umum turut menjadi penyumbang.
Sedangkan faktor terakhir adalah pengangkatan pegawai baru yang tanggal pengangkatan berbeda dengan tanggal penempatan.
Karena itu, Iqbal menjelaskan pembiayaan pensiun dengan skema iuran pasti harus coba dilaksanakan untuk pembiayaan pensiun ASN. Misalnya, jelas dia, pembiayaan dana pensiun ASN yang dikelola PT Taspen diberikan bunga atau imbal hasil sebesar 9% setahun.
“Itu lebih baik, mestinya berani beralih jadi [skema pembiayaan pensiun] iuran pasti.”
Di sisi lain, Iqbal menjelaskan unfunded juga bakal menjadi kendala. Pasalnya, tagihan itu tidak bisa memberikan imbal hasil, kendati dalam laporan keuangan nilainya tercatat pada total dana kelolaan perseroan.
Berdasarkan perhitungan terakhir tagihan unfunded mencapai Rp29 triliun.