Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

LAYANAN JASA PERBANKAN: ATM BPR Malu-malu Bermunculan

BPR kini tengah berproses meningkatkan branding mereka agar bisa bersaing dengan bank umum. Pasalnya industri BPR tak ingin dilihat semata sebagai bank yang bisa melayani kredit.
Meningkatkan daya saing BPR. /telkomsigma.co.id
Meningkatkan daya saing BPR. /telkomsigma.co.id

Bisnis.com, JAKARTA - BPR kini tengah berproses meningkatkan branding mereka agar bisa bersaing dengan bank umum. Pasalnya industri BPR tak ingin dilihat semata sebagai bank yang bisa melayani kredit.

Banyak cara yang tengah mereka tempuh untuk mewujudkannya. Salah satunya melalui penerbitan kartu ATM supaya bisa meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Hal itu tak lepas dari pendekatan yang dilakukan industri adalah berbasis emosional, mengutamakan kepercayaan masyarakat.

Melalui penerbitan kartu ATM diharapkan pola pikir masyarakat mengenai BPR bisa bergeser ke arah yang modern lekat dengan penggunaan sistem digital. Belum lagi diharapkan bisa meningkatkan penghimpunan jumlah dana pihak ketiga.

Tahun ini bisa menjadi realisasi industri BPR untuk melakukan penetrasi terhadap kartu ATM, sebab tahun lalu terjadi kenaikan jumlah nasabah penabung dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Data yang dihimpun Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) mencatat per posisi November 2015 untuk tabungan sebesar Rp20 triliun dengan jumlah penabung 10,1 juta. Jumlah ini naik 3,46 % dibandingkan dengan tahun lalu secara year-on-year.

Soal kartu ATM ini, sebelumnya telah ada surat edaran Bank Indonesia No.8/31/DPBPR yang menyatakan pihak BPR dapat bertindak sebagai penerbit ataupun co-branding.

Namun setelah dikeluarkannya Peraturan OJK No. 20/POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan Rakyat (BPR), industri BPR kini tak lagi bisa co-branding, mereka harus siap sebagai issuer bila ingin menyediakan fasilitas kartu ATM.

Tentunya ada pro-kontra antara kedua status ini. Beberapa BPR tetap menginginkan co-branding yang dianggap lebih mudah dan tidak menggelontorkan dana terlalu besar.

Kekhawatiran sebagai penerbit pernah muncul dari pernyataan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Ikatan Bankir BPR (I Pro BPR) Made Arya Amitabha.

“Ini hanya akan terjadi pada tataran BPR yang besar, lalu bagaimana dengan yang BPR yang kecil. BPR yang besar kan hanya sedikit,” kata Made Arya.

Hal ini juga pernah ditegaskan oleh ketua umum Perbarindo Joko Suyanto yang menilai persyaratan untuk menjadi issuer memang akan lebih berat dari sisi persiapan infrastruktur, sumber daya, dan tentunya biaya.

Namun Joko menegaskan perbarindo akan tunduk pada aturan yang berlaku. Oleh karena itu, pihaknya telah menyiapkan pilot project.

Pihaknya telah memperoleh izin kerja sama dari Bank QNB dan BPD Jawa Tengah. Kedua bank tersebut juga sudah diizinkan menggunakan BPR connect dalam rangka  atm yang bekerja sama dengan BPR. Tahap ini tengah masuk ke perizinan OJK dan diharapkan rampung pada semester I tahun ini.

Lebih jauhnya, Joko menginginkan industri BPR supaya bekerja sama dan bersinergi memanfaatkan teknologi dari bank umum sebagai settlement dalam pelayanan ATM. “Sehingga tidak hanya segelintir BPR saja tetapi keseluruhan yang nantinya bisa menerbitkan kartu ATM,” jelasnya.

Segelintir yang dimaksudkan Joko merujuk pada rilis data Bank Indonesia menyatakan baru ada 11 BPR yang telah diberikan izin menerbitkan kartu ATM.

Di sisi lain, sebagai penerbit, Direktur Utama BPR Danagung Bakti, Tedy Alamsyah menilai posisi tersebut memiliki kelebihan tidak perlu bergantung dan menunggu keputusan pihak bank ketiga. Melalui penerbitan kartu sendiri lebih efsien dan langsung dapat digunakan oleh nasabah

“Ekstrimnya, meskipun bank settlement sudah putus kontrak dengan kami, kami bisa lanjut karena sudah masuk dalam asosiasi sistem pembayaran,” jelasnya.

OJK telah membuka pintu bagi keluh kesah BPR yang berkeberatan terhadap peraturan ini. Ketua OJK Kantor Regional IV Jateng-DIY Panca Hadi Suryanto mengatakan tahun lalu telah mengadakan pertemuan dengan sekitar 6 BPR yang masih menggunakan co-branding.

Justru menurutnya BPR yang memiliki aset tidak terlalu besar bisa menyanggupi sebagai issuer. Kalaupun ada pihak yang berkeberatan soal pembiayaan, pihaknya juga menyarankan melakukan kerja sama dengan bank umum, terutama untuk penggunaan fasilitas mesin ATM.

“Yang utama mereka bisa menerbitkan kartu ATM dulu dengan logo mereka, pengadaan mesin ATM tidak harus, bisa kerja sama,” terangnya.

Senada, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan IV OJK, Heru Kristiani mengatakan tidak melakukan pemaksaan atau menuntut dengan target-target yang membebani industri BPR.

Begitu ada pihak BPR yang menyatakan kesiapan dan mengajukan kepadanya akan segera dievaluasi untuk diurus. “BPR yang dipilih tentunya yang kinerjanya sehat, nggak ada target-taretan harus berapa BPR,”ujarnya.

OJK beralasan dengan status sebagai issuer nasabah BPR mendapatkan keamanan lebih dalam melacak transaksinya. Apabila melalui co-branding transaksi yang terlacak atas nama BPR yang bersangkutan bukan atas nama nasabah perseorangan.

Bagi industri BPR tak perlu terburu-buru, kerja sama untuk keringanan pembiayaan tetap bisa dilakukan dengan kondisi bank hanya sebagai settlement. Apalagi Perbarindo telah melakukan fungsinya sebagai fasilitator.

Keputusan akhir tetap bergantung pada kesiapan masing-masing pihak. Lagipula, jika ATM BPR sudah memasyarakat, persaingan tak lagi bicara kuantitas, tetapi kualits layanan.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fatkhul Maskur
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro