Bisnis.com, JAKARTA - Dua pengusaha muda Indonesia, Sandiaga Uno dan sahabatnya yang kini menjadi Ketua Kadin Rosan P. Roeslani tercantum dalam Panama Papers.
Sandiaga Uno mengakui jika dirinya memanfaatkan off-shore bisnis, hal itu dilakukan untuk meningkatkan bisnisnya dan tidak melanggar hukum.
Mantan Presiden Direktur PT Saratoga Investama ini mengatakan laporan di Panama Papers tersebut harus disikapi secara positif. Menurutnya, hal itu bisa menjadi evaluasi bagi dunia investasi dalam negeri
"Ini awal yang baik untuk meningkatkan transparansi, dan full disclosure. Namanya juga, ini selama ini berkaitan dengan proses investasi dan penciptaan lapangan kerja. Jadi ini regulasi yang bisa dievaluasi agar pengusaha tidak perlu memakai off-shore untuk upgrade bisnisnya," kata Sandiaga kepada Bisnis, Selasa (5/4/2016).
Menurut Sandiaga, selama ini dirinya dan sejumlah pebisnis lain memakai off-shore karena memiliki nilai tambah dan menarik bagi investor.
Politisi Partai Gerakan Indonesia Raya ini mengaku hubungannya dengan firma Mossack Fonseca asal Panama adalah relasi yang wajar dan lumrah untuk mendongkrak iklim bisnis.
"Terus terang nama saya juga ada karena kami menganggap penting untuk off-shore service dan itu lazim dan tidak melanggar hukum. Nah itu kehadiran iklim investasi yang kondusif ke depan mungkin bisa menjadi pemicunya, kita duduk sama-sama apa yang bisa diperbaiki," tutur Sandiaga.
Sementara itu nama pebisnis lainnya, yakni Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan Perkasa Roeslani mengaku belum bisa memberikan komentar atas kemunculan namanya dalam laporan investigasi tersebut.
"Saya belum bisa komentar dulu untuk hal itu," ujar Rosan.
Perusahaan firman Mossack Fonseca terindikasi melakukan operasi rahasia paling ilegal sekaligus bernilai tinggi di dunia.
Perusahaan ini ditemukan membantu para klien untuk mencuci uang, menjembatani transaksi ilegal, menghindari sanksi, sekaligus menghindar dari kewajiban pajak.
Dalam waktu empat dekade terakhir, perusahaan yang didirikan oleh Juergen Mossack dan Ramon Fonseca ini bahkan tak pernah melakukan pelanggaran hukum.
Namun, operasi bisnis ekstra rahasia dan tertutup tersebut akhirnya terkuak setelah Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (International Consortium of Investigative Journalists/ICIJ) melakukan liputan mendalam tekait kasus tersebut selama setahun terakhir.
Suddeutsche Zeitung menjadi media pertama yang memperoleh data bocoran tersebut.
Data tersebut akhirnya diserahkan ke ICIJ dan lalu disebarkan oleh media massa internasional lainnya, termasuk media massa Inggris, The Guardian.
Konsorsium yang beranggotakan 370 wartawan dari 100 media massa di dunia ini berhasil memperoleh bocoran data dalam bentuk 11,5 juta catatan dan 2,6 terabyte data digital.
Data-data tersebut berisikan aksi pengemplangan pajak dan tranksaksi keuangan ilegal.
Bocoran data tersebut dinamai Panama Papers, yang disesuaikan dengan negara tempat kantor pusat dari Mossack Fonseca.
Panama Papers mengungkap aksi 140 politisi dari seluruh dunia yang masih aktif maupun yang non-aktif, 29 miliarder yang ada pada daftar Forbes, sejumlah pesepakbola dan juga para artis internasional dalam skandal keuangan di biro hukum tersebut.
Uniknya, organisasi terorisme, koruptor, dan para kartel narkoba pun turut meminta bantuan kepada perusahaan ini untuk mencuci uangnya.
Selain itu, dokumen ini juga mengungkap keterlibatan 214.000 perusahaan off-shore dari 200 negara dalam aksi keuangan ilegal tersebut.
Sejumlah bank dengan skala besar di dunia seperti UBS dan HSBC, disebut turut mendorong kondisi agar aksi ilegal ini sulit dilacak.
Dari 140 pejabat yang terlibat, 12 di antaranya merupakan kepala negara yang masih aktif dan juga yang telah pensiun.