Bisnis.com, JAKARTA -- Bank Indonesia kembali memberikan pelonggaran di bidang makroprudensial melalui relaksasi ketentuan Loan to Value Ratio (LTV) danFinancing to Value Ratio (FTV) bagi kredit atau pembiayaan properti.
Pelonggaran ini diberikan untuk rumah tapak, rumah susun, dan ruko melalui mekanisme inden dengan pengaturan pencairan kredit atau pembiayaan bertahap sesuai progress pembangunan.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Juda Agung mengatakan, pelonggaran makroprudensial diberikan untuk memberikan stimulus kepada sektor properti yang dianggap sebagai leading sector bagi industri lainnya.
"Dengan melonggarkan kebijakan makroprudensial diharapkan mendorong permintaan properti. Karena properti ini merupakan sektor leading dalam pemulihan ekonomi kita, maka diharapkan punya dampak spillover pada sektor sektor lain seperti konstruksi, industri, tambang, termasuk jasa," ujar Juda di Kompleks Bank Indonesia Jakarta, Kamis (16/6).
Secara umum, pelonggaran makroprudensial LTV meliputi dua hal yaitu penurunan pembayaran down payment dan juga penurunan tiering untuk rumah pertama, kedua, dan seterusnya.
Untuk down payment pada bank konvensional Bank Indonesia menurunkan sebesar 5% dari sebelumnya 20% menjadi 15%. Sementara itu untuk bank syariah, pembayaran down payment ditetapkan sebesar minimal 10%. Selain itu, tiering kredit rumah juga diturunkan sebesar 5% dari sebelumnya pada angka 10%.
Juda menambahkan, mayoritas bank bisa menikmati pelonggaran LTV ini karena jika dilihat secara agregat, nilai NPL industri perbankan saat ini sebesar 2,9%.
"Ada bank yang NPLnya di atas 5% tetapi mayoritas masih di bawah 5%," ujar Juda.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara mengatakan rumah dengan mekanisme inden akan dilakukan pencairan bertahap sesuai progres pembangunan dari rumah tersebut.
"Indent boleh rumah pertama dan kedua. Nanti pencairan kumulatif tergantung progres," ujar Tirta.
Untuk mendorong kredit perbankan, Bank Indonesia juga menaikkan batas bawah Loan to Financing Ratio terkait Giro Wajib Minimum (GWM-LFR) dari 78% menjadi 80%, dengan batas atas tetap sebesar 92%. Ketentuan di bidang makroprudensial tersebut mulai diberlakukan pada Agustus 2016.